Image default

Self-Esteem vs Self-Efficacy, Apa Bedanya?

Self-esteem maupun self-efficacy sama-sama berhubungan tentang diri. Keduanya membahas tentang kepercayaan diri tapi bedanya sedikit saja. Saking miripnya, tidak jarang istilah ini membuat anak-anak psikologi kebingungan saat ditanya artinya, bahkan beberapa mengira kalau artinya sama. Daripada tambah pusing dan bingung, boleh banget baca artikel ini.

Artikel ini untuk kalian yang sedang mencari jawaban soal tentang perbedaan self-esteem dengan self-efficacy, ataupun kalian yang bingung perbedaan mendetailnya karena ide dasarnya mirip. Sama-sama diri sendiri dan intinya tentang seberapa percaya dirinya kita terhadap sesuatu bukan? Daripada bingung, mari kita langsung masuk ke definisinya!

Definisi Self-Esteem

Self-esteem adalah sebuah “istilah payung” untuk semua hal yang menyangkut harga diri dan kepercayaan diri. Popularitas istilah ini uga menuntunnya kepada 18.000 studi yang menginvestigasi topik self-esteem selama 35 tahun ke belakang. (Heine & Lehman, 2004).

Pentingnya self-esteem pada masyarakat juga menciptakan kesalahpahaman yang cukup umum yaitu kepercayaan diri yang rendah itu negatif dan kepercayaan diri yang tinggi itu positif. Manning, Bear dan Minke (2006) mengatakan jika self-esteem kerap dilebih-lebihkan ke titik bahwa self-esteem rendah dikatakan sebagai sumber segala kejahatan dan self esteem tinggi sebagai sebab semua kebaikan.

Self-esteem merupakan penilaian menyeluruh dari seorang individu terhadap dirinya sendiri (Bailey, 2003). Termasuk persepsi mengenai self-worth, self respect, self confidence, dan pandangan mengenai diri sendiri (Sedikides & Gress, 2003). Penilaian individu ini mencakup identitas dan cara hidup, kemampuan dan perjalanan hidup, hal-hal yang dimiliki, dan berbagai hal lainnya yang kerap menjadi tolak ukur masyarakat dalam menilai orang lain.

Semakin banyak atribut positif yang dimiliki individu, maka semakin tinggi pula kepercayaan dirinya dan sedikit rendah insekuritas yang dimiliki. Hal yang sebaliknya juga berlaku, semakin sedikit atribut positifnya dibandingkan atribut negatif maka kepercayaan dan harga diri akan semakin rendah.

Stets dan Burke (2004) mengemukakan tiga dimensi pada self-esteem yang didasari; Worth, Authenticity, dan Efficacy. Secara urut, masing-masing dimensi ini muncul dari verifikasi dari sosial/kelompok, peran dalam masyarakat, dan identitas individu tersebut. Teori ini merupakan pengembangan dari milik skala Rosenberg (1979) dengan mengukur acceptance dan respect partisipannya.

Skala Rosenberg (1965) yang dimaksud bersifat unidimensional, jadi hanya membahas rendah maupun tingginya self-esteem pada partisipan dan menggunakan skala likert (semacam penilaian 1-3). Tinggi rendahnya self-esteem itu didasari sikap positif maupun negatif dari pikiran serta perasaan terhadap diri sendiri.

Kepercayaan diri pastinya perlu didukung kemampuan ya, karena kepercayaan diri saja tidak menjamin performa ataupun hasil yang bagus. Kalau percaya diri tetapi tidak percaya kepada kemampuan, ya cuma jadi tong kosong yang bunyinya keras bukan? Kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya itulah yang sering disebut self-efficacy.

Definisi Self-Efficacy

Istilah self-efficacy dikemukakan oleh Bandura melalui teori social cognitive miliknya (Bandura, 1986), dijelaskan self-efficacy sebagai kunci utama untuk individual. Self-efficacy (Bandura, 1997) didefinisikan sebagai seberapa yakin seseorang terhadap kemampuan mereka sendiri.

Jadi kalau kita andaikan, self-efficacy adalah seberapa yakin dirimu dalam mengerjakan tugas tertentu. Bandura (1997) membagi dimensi self-efficacy menjadi tiga; Level, Generality, dan Strength dengan penjelasan sebagai berikut

  • Level: Dalam bahasa mudah, self-efficacy orang dapat berkembang melalui tingkat kesulitan dan pengalaman kesuksesan maupun kegagalan yang dialami.
  • Generality: Self-efficacy dapat diaplikasikan pada berbagai kegiatan. Generality merupakan jumlah situasi dan tugasmu yang memiliki self-efficacy tinggi.
  • Strength: Berbeda dengan level, dimensi strength lebih mengarah ke persistensi self-efficacy kamu dalam menghadapi tugas sulit yang beruntun dalam durasi yang berkelanjutan.

Menurut Bandura (1977) self-efficacy individu berasal dari empat sumber yaitu; mastery experiences, vicarious experiences, verbal persuasion, dan keadaan fisiologis serta afektif. Keempat aspek ini dijelaskan oleh Pfitzner-Eden (2016) sebagai:

  • Mastery Experiences: pengalaman ini membantu dalam memberitahu keberhasilan atau kegagalan. Secara umum, keberhasilan bisa membantu meningkatkan self-efficacy dan kegagalan bisa menurunkan tingkat self-efficacy.
  • Vicarious Experiences: Pengalaman jenis ini memberi informasi mengenai konsep-konsep yang dipelajari dari orang lain. Pada akhirnya, hal ini mempengaruhi self-efficacy melalui demonstrasi dan transfer kompetensi (melalui model learning) dan menyediakan referensi untuk social comparison.
    • Seperti saat kamu memperhatikan dosen mengenai cara presentasi yang benar. Kamu menggunakan contohnya untuk membandingkannya dengan saat kamu presentasi.
  • Verbal Persuasion: Persuasi maupun kata-kata yang meyakinkan akan kemampuan diri membantu pengembangan self-efficacy, terutama jika sumbernya dari seseorang yang kredibel.
    • Seperti saat pengetahuanmu atau cara berpikirmu dipuji oleh temanmu yang ranking 1 atau guru favoritmu.
  • Keadaan Fisiologis serta Afektif: Informasi ini secara khusus membantu untuk menentukan kapabilitas dalam situasi tertentu. Informasi ini membantu untuk menentukan apabila sebuah tugas dilakukan dengan baik atau tidak.
    • Seperti kemampuan tubuh dalam mengangkat beban atau lompat tinggi
    • Keadaan saat sedang presentasi di depan kelas. Kelancaran maupun kekurangannya dalam berbicara maupun bergerak.

Self-efficacy juga memainkan peran dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pencapaian para siswa. Istilah Academic self-efficacy dapat diterjemahkan secara langsung sebagai persepsi para murid terhadap kemampuan mereka dalam menyelesaikan setiap tugas yang diberikan kepada mereka (Midgley et al., 2000). Bandura (2013) menemukan jika tingkat self-efficacy yang tinggi memiliki kemampuan untuk memanajemen, melakukan, dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan tugas pembelajaran tersebut.

Sedangkan tingkat self-efficacy yang rendah pada murid menuntun kepada perilaku menghindari tugas yang sulit, mengeluh saat diberikan tugas yang sulit, terlambat mengumpulkan tugas, dan cenderung mudah menyerah dalam mengerjakannya. Academic Self-Efficacy ini pada akhirnya menjadi aspek paling penting bagi para murid untuk menguasai materi dengan optimal (Basith, Syahputra, & Aris Ichwanto, 2020)

Secara singkat, self-efficacy adalah seberapa yakin dirimu terhadap kemampuanmu untuk melakukan sesuatu. Bila self-efficacy dalam berbicara tinggi, maka kamu sangat yakin akan kemampuanmu dalam berbicara. Sebaliknya kalau rendah, kamu sangat tidak yakin jika kemampuan bicaramu bagus maupun lancar.

Lebih Penting Self-Efficacy atau Self-Esteem?

Bagi kalian, mungkin headline di atas memiliki jawaban yang sangat jelas. Beberapa menganggap salah satu lebih penting dari yang lain, karena tanpanya satunya tidak akan ada bukan? Untungnya, kali ini jawabannya bukan “semuanya benar” karena menurut Stroiney (Hermann, 2005) self-efficacy yang tinggi mampu memprediksi self-esteem yang tinggi, sedangkan self-efficacy yang rendah akan memprediksi self-esteem yang rendah pula. Riset juga menemukan bahwa self-esteem gagal dalam menunjukkan performa maupun pencapaian seseorang (Mone, Baker, & Jeffries, 1995).

Bisa dikatakan bahwa dengan riset yang saat ini, ditambah dengan apa yang kita ketahui dari riset dari Bandura (1977, 1986) bahwa self-efficacy secara positif mampu mempengaruhi pencapaian, kreativitas, dan kemampuan lain dari seseorang. Namun, perlu diingat bahwa ada faktor individu dan variabel lain yang mampu mempengaruhi hasil ini.

Untuk rekap, self-efficacy adalah kepercayaan dirimu dalam melakukan sebuah kegiatan maupun aksi tertentu. Di sisi lain, self-esteem adalah pandanganmu terhadap dirimu secara keseluruhan. Melalui berbagai studi dan riset, ditemukan juga jika self-efficacy sering kali menuntun kepada self-esteem yang tinggi dan tidak sebaliknya.

References

  • Bailey J. A., 2nd (2003). The foundation of self-esteem. Journal of the National Medical Association95(5), 388–393.
  • Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change. Psychological Review, 84(2), 191–215. https://doi.org/10.1037/0033-295X.84.2.191
  • Bandura, A. (1986). Social Foundations of Thought and action: A Social Cognitive Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. https://www.uky.edu/~eushe2/Bandura/Bandura1999AJSP.pdf
  • Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. W H Freeman/Times Books/ Henry Holt & Co. https://psycnet.apa.org/record/1997-08589-000
  • Bandura, A. (2013). The role of self-efficacy in goal-based motivation. In Locke, E. A., Latham, G. P. (Eds.), Development in goal setting and task performance: 147-157. New York: Taylor & Francis.
  • Basith, A., Syahputra, A., & Aris Ichwanto, M. (2020). Academic Self-Efficacy As Predictor Of Academic Achievement. JPI (Jurnal Pendidikan Indonesia)9(1), 163. https://doi.org/10.23887/jpi-undiksha.v9i1.24403
  • Heine, S. J. and Lehman, D. R. (2004). Move the body, change the self: Acculturative effects on the self-concept. In M. Schaller and C. S. Crandall (Eds.), The psychological foundations of culture (pp. 305-331). London: Lawrence Erlbaum.
  • Manning, M.A., Bear, G.G. and Minke, K.M. (2006). Self-concept and self- esteem. In G.G. Bear and K.M. Minke (Eds.), Children’s needs III: Development, prevention, and intervention (pp. 341-356). Washington DC: National Association of School Psychologists.
  • Midgley, C., et al. (2000). Manual for the Patterns of Adaptive Learning Scales (PALS). Ann Arbor: University of Michigan. http://www.umich.edu/~pals/PALS%202000_V12Word97.pdf
  • Mone, M. A., Baker, D. D., & Jeffries, F. (1995). Predictive Validity and Time Dependency of Self-Efficacy, Self-Esteem, Personal Goals, and Academic Performance. Educational and Psychological Measurement, 55(5), 716–727. https://doi.org/10.1177/0013164495055005002
  • Rosenberg, M. (1965). Rosenberg self-esteem scale (RSE): acceptance and commitment therapy. Measur. Pack61:52.
  • Rosenberg, M. (1979). Components of Rosenberg’s self-esteem scale. Conceiving the self. New York: Basic Books.
  • Sedikides, C. and Gress, A. P. (2003). Portraits of the self. In M. A. Hogg and J. Cooper (Eds.), Sage handbook of social psychology (pp. 110-138). London: Sage.
  • Stets, J. E., & Burke, P. J. (2014). Self-Esteem and Identities. Sociological Perspectives, 57(4), 409–433. https://doi.org/10.1177/0731121414536141
  • Pfitzner-Eden, F. (2016). Why Do I Feel More Confident? Bandura’s Sources Predict Preservice Teachers’ Latent Changes in Teacher Self-Efficacy. Frontiers in Psychology, 7. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2016.01486

Artikel Terkait

Leave a Comment