Wanita Putus Cinta Dari Sisi Psikologi

Psikologi Wanita Putus Cinta

Kamu sedang mengalami putus cinta? Bagi wanita, hal tersebut memang sangat tidak mengenakkan rasanya. Bukanlah hal mudah, ketika seseorang yang biasanya selalu hadir kemudian tiba-tiba pergi. Berbagai perasaan dalam psikologi wanita putus cinta berkecamuk menjadi satu, antara kecewa, sedih, marah, bingung, stress.

Hal itu wajar terjadi. Si dia yang dulu kamu banggakan dan kamu perjuangkan kini tak lagi bersamamu. Perpisahan ini terasa begitu cepat terjadi. Rasanya baru kemarin kamu bersamanya, tertawa Bahagia. Kini, tiba-tiba badai datang tanpa permisi. Hujan yang tiba-tiba datang tanpa membawa payung, maka akan kehujanan juga. Kamu ingin badai itu berlalu, nyatanya semakin menghancurkan. Kalian benar-benar sudah tidak bisa bersama lagi sekarang. Hal itu sungguh membuatmu merasa tidak masuk akal. Yang perlu kamu tahu bahwa badai pasti berlalu dan akan terbit Pelangi. Artikel ini akan membantumu menemukan Pelangi cantikmu.

Table of Contents

Definisi Putus Cinta

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, putus cinta adalah sudah tidak mempunyai hubungan cinta lagi (https://kbbi.web.id/putus). Ada beberapa faktor penyebab putusnya hubungan cinta yang muncul pada setiap pasangan, misalnya terlalu banyak menyimpan rahasia, cemburu atau hilangnya kepercayaan, ditentang keluarga, terburu-buru mengajak menikah, mencintai orang lain, cinta sesaat, dan hubungan jarak jauh (Lindenfield, 2005). Kekuatan dan durasi ikatan (lebih lama, lebih kuat, lebih dalam) menentukan bagaimana kerugian yang dialami, dan berapa lama kesedihanmu berlangsung.

Terlepas dari apapun penyebab putusnya hubungan cinta, kamu akan mengalami reaksi biologis seperti jantung berdegup kencang, gemetar, pusing, sakit perut. Bahkan ada istilah sindrom patah hati.  Sindroma patah hati dalam psikologi cinta, juga disebut kardiomiopati akibat stres atau kardiomiopati takotsubo, dapat menyerang bahkan jika Kamu sehat. Wanita lebih mungkin dibandingkan pria untuk mengalami nyeri dada yang tiba-tiba dan intens  – reaksi terhadap lonjakan hormon stres – yang dapat disebabkan oleh peristiwa yang membuat stres secara emosional. Bisa jadi kematian orang yang dicintai atau bahkan perceraian, perpisahan atau perpisahan fisik, pengkhianatan atau penolakan romantic (https://www.heart.org/en/health-topics/cardiomyopathy/what-is-cardiomyopathy-in-adults/is-broken-heart-syndrome-real). Hal ini sesuai dengan penelitian Field et al (2009) bahwa stress pada wanita lebih besar dibandingan dengan pria setelah berpisah.

Tahapan Kesedihan Akibat Putus Cinta

Saat kehilangan orang yang dicintai, rasa sakit yang dialami terasa tak tertahankan. Hal ini dapat dimengerti karena kesedihan itu rumit dan terkadang kita bertanya-tanya kapan rasa sakit itu akan berakhir.  Psikiater Elisabeth Kübler-Ross (1969) mengembangkan teori mengenai lima tahapan kesedihan (five stages of grief). Tahapan ini awalnya dikembangkan dari kehilangan seseorang karena kematian. Teori ini diperluas bukan hanya terbatas kematian namun juga kehilangan pasangan. Tahapan-tahapan ini tidak selalu berurutan dan tidak harus selalu ada. Beberapa orang tidak mengalami tahap tertentu. Perasaan yang berkaitan dengan kelima tahap dapat dialami secara berganti-ganti. Berikut lima tahapan kesedihan menurut Elisabeth Kubler-Ross:

1. Penyangkalan (denial)

Tahap ini adalah ketika seseorang menyangkal(menolak) kenyataan bahwa hubungannya sudah berakhir. Sebagai bentuk defense (pertahanan) diri kita bahwa apa yang terjadi bukanlah hal buruk atau tidak nyata. Penyangkalan sebenarnya dapat membantu untuk meminimalkan rasa sakit yang luar biasa karena kehilangan.

Adanya harapan yang tidak realistis bahwa hubungan masih dapat diselamatkan. Berpura-pura bahwa kerugian itu tidak ada, disisi lain juga mencoba menyerap dan memahami apa yang sedang terjadi. Sulit untuk percaya bahwa kita telah kehilangan orang penting dalam hidup kita, apalagi jika baru saja bertemu dengan orang ini minggu sebelumnya atau bahkan hari sebelumnya. Realitas telah berubah sepenuhnya pada saat kehilangan ini. Pikiran membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan baru ini. Merenungkan pengalaman yang telah dilalui dengan orang ini dan bertanya-tanya bagaimana cara bertahan hidup tanpa orang ini. Ini adalah banyak informasi untuk ditelusuri dan banyak gambaran menyakitkan untuk diproses.

2. Marah (anger)

Putus membuatmu memiliki ketidaktahuan, yang bisa menimbulkan ketakutan dan ketakutan yang melumpuhkan. Rasa takut pada saat itu mengalahkan amarah. Ketika mulai menyadari realita yang terjadi sehingga tidak dapat menyangkal lagi dan melepaskan ketakutanmu, maka timbul perasaan marah dan benci. Bertanya-tanya “mengapa ini terjadi padaku?” “kenapa ini terjadi?”. Pada tahap ini akan mengalami ketidaknyamanan emosional yang ekstrem. Berusaha mengeluarkan emosi daripada memendamnya. Saat kamu merasakan marah, amarah tersebut memberikan arahan dan menciptakan perasaan bersemangat yang awalnya mati karena kehilangan.

Ketika marah, akan ada saat dimana kamu menyadari bahwa dirimu pantas mendapatkan lebih dari suatu hubungan. Bergantung pada temperamenmu, situasi kondisi, lingkungan keluarga, serta caramu berpisah, kemarahan ini mungkin dilampiaskan pada orang tersebut, situasinya, atau dirimu sendiri.  Kamu mudah tersinggung jika orang lain mendekat. Amarah ini menciptakan ketidaknyamanan internal yang membantu mengubah perspektifmu tentang bagaimana hubungan itu sebenarnya.  Amarah dapat memaksamu untuk membuat perubahan proaktif jika kamu siap untuk membiarkannya.

3. Tawar-menawar (bargaining)

Lelah dengan amarah yang menggebu-gebu lalu menggantinya dengan strategi lain, yakni berkompromi dengan realita yang terjadi untuk membuat perasaan lebih ringan. Dari perspektif psikologi wanita putus cinta, wajar jika merasa begitu putus asa sehingga rela melakukan apa saja untuk mengurangi atau meminimalkan rasa sakit. Ada banyak cara yang dicoba salah satunya yakni menawar. Bentuk menawar biasanya merupakan perjanjian dengan Tuhan, seperti “Tuhan, jika saya bisa bersamanya lagi, saya akan mengubah hidup saya”. Ketika tawar-menawar mulai terjadi, kamu merasa tidak berdaya maka akan melakukan permintaan ke kekuatan yang lebih tinggi (Yang Maha Berkuasa). Kamu menyadari tidak ada yang dapat kamu lakukan untuk merubah hasil yang lebih baik.

Saat tawar-menawar, kamu cenderung merasa bersalah atau menyesal. Kamu mengingat kembali kesalahanmu di masa lalu, mungkin kamu mengatakan hal-hal yang tidak kamu maksudkan. Kamu berasumsi jika saja kamu melakukan hal yang berbeda pada waktu itu, kamu tidak akan merasakan kesakitan ini, seperti “hal ini tidak akan terjadi jika saja aku melakukan… “. Kamu bersedia melakukan apa saja untuk memperbaiki kesalahanmu, termasuk kamu akan menjadi  yang lebih baik agar dapat bersama kembali.

Pikiran tanpa mantan begitu tidak tertahankan sehingga kamu berusaha menghilangkan rasa sakit itu dengan memenangkannya kembali, dengan cara apa pun. Seolah-olah semua tanggung jawab ada pada dirimu saja untuk membuatnya berhasil kali ini. Tentu saja, hal ini tidaklah logis. Tawar-menawar hanya dapat mengalihkan perhatian dalam waktu singkat dari perasaan kehilangan. Bertindak seperti manusia super untuk menyelamatkan hubungan secara terus-menerus itu hanyalah ilusi.

4. Depresi

Kamu mulai menyadari bahwa tidak ada yang dapat dilakukan untuk memperbaiki hubungan. Pada tahap psikologi wanita setelah putus cinta ini, kamu merasa sulit makan, sulit memusatkan perhatian, sulit tidur, dan menghindari situasi yang tidak nyaman. Kamu mengalami kesedihan yang sangat mendalam sampai tidak punya semangat hidup. Jadi putus asa, bahkan cenderung mengisolasi diri dari lingkungan. Kamu mulai lebih merasakan kehilangan orang yang kita cintai secara nyata. Kamu melalui proses putus dan rekonsiliasi (perbuatan memulihkan hubungan seperti keadaan semula) ini lebih dari sekali sebelum benar-benar yakin ada saatnya untuk melepaskan.

5. Penerimaan (acceptance)

Kamu sudah lelah untuk marah, merasa terpuruk dan sudah terbiasa dengan pikiran mengenai patah hati. Pada tahap ini kamu merasa damai dan menerima keadaan (pasrah). Ketika kamu sampai pada suatu tempat penerimaan, bukan berarti kamu tidak lagi merasakan sakitnya kehilangan. Namun, kamu tidak lagi melawan realitas dan tidak berjuang untuk memperbaikinya lagi.

Menerima perpisahan karena harus melakukannya, bukan karena kamu ingin. Entah kamu atau mantanmu telah mengembangkan cukup kesadaran kalian tidak ditakdirkan. Kamu dan mantanmu sadar bahwa ada batasan yang harus dipertahankan agar perpisahan itu melekat, karena memang harus. Kesedihan dan penyesalan mungkin bisa hadir dalam tahap ini, tetapi penyangkalan, tawar-menawar, dan amarah cenderung tidak ada. kamu mengatasi kesedihanmu karena adanya harapan bahwa tanpa mantan kamu akan baik-baik saja. Kamu mulai menata hidupmu kembali dan mulai menjalani kehidupan normal dengan memiliki harapan baru yang kamu kejar.

Dampak Putus Cinta

Menjadi patah hati atau berduka bukan hal yang tidak biasa; kesedihan akut menimpa mereka yang sangat mencintai dan dipisahkan oleh geografi, keadaan, atau kematian. Kesedihan biasanya sebanding dengan gangguan yang disebabkan oleh kehilangan. Ini adalah harga yang kamu bayar karena dicintai dan hilang. Dampak setelah putus cinta (Rumondor, 2013), diantaranya :

  1. Sedih dan kurang merasakan cinta
  2. Marah, sakit, frustasi, kebencian, kesepian, depresi
  3. Menurunnya kepuasan dalam menjalani hidup 
  4. Gejala post-traumatic stress
  5. Kerentanan pada konsep diri
  6. Kerentanan pada self-esteem
  7. Perilaku harassing (mengganggu) dan stalking mantan kekasih untuk mengatasi rasa kehilangan

Memulihkan Diri Setelah Putus

Rasa sakit akibat wanita putus cinta adalah hal dialami banyak orang, bahkan mungkin lebih dari sekali seumur hidup. Di film/novel terlihat mudah untuk bangkit kembali setelah patah hati, akhir yang bahagia antara pasangan kembali bersama atau seseorang beralih ke hubungan yang lebih baik. Dalam kehidupan nyata, masalah hubungan biasanya tidak terselesaikan dalam dua jam seperti di film/novel, dan ceritanya tidak selalu memiliki akhir yang indah. Jika kamu mencoba untuk menerima akhir dari suatu hubungan dengan kata-kata hampa, pepatah, dan klise yang diulang-ulang biasanya tidak akan terlalu berpengaruh untuk mengatasi emosimu.

Penyembuhan dari patah hati bukanlah proses yang sama untuk semua orang. Bahkan mungkin berbeda dalam diri orang yang sama sepanjang hidup mereka, berubah dari satu hubungan ke hubungan berikutnya. Dalam psikologi wanita putus cinta, tidak ada yang bisa memastikan berapa lama waktu untuk sembuh, tetapi ada beberapa cara move on untuk membuat proses memperbaiki patah hati menjadi kesempatan untuk belajar lebih banyak tentang siapa dirimu dan kebutuhanmu yang sebenarnya. Pada akhirnya, kamu dapat menggunakan pengalaman ini untuk mengembangkan dan memperkuat keterampilan mengatasi stres yang sehat. Perkembangan dalam dirimu akan membantumu mengarahkan hubungan masa depan dengan orang lain lebih baik serta hubunganmu dengan diri sendiri.

Setelah putus, ketahuilah bahwa sangat dianjurkan memberikan waktu kepada diri sendiri untuk berduka atas kehilangan. Kamu tidak perlu terburu-buru mencari solusi. Saat kamu tidak membiarkan dirimu untuk menikmati setiap fase sepenuhnya membuat proses penyembuhannya lebih sulit dan lama. Saat kamu siap untuk memulihkan diri, berikut beberapa hal yang harus dan tidak boleh dilakukan untuk membantumu dalam proses pemulihan (Schimelpfening, 2020) :

1. Jangan Biarkan Emosimu Menguasai Dirimu

Cobalah untuk tidak melihat akhir dari sebuah hubungan sebagai sebuah kegagalan. Sebaliknya, anggaplah itu sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Tidak masalah apakah itu hubungan pertamamu atau kamu pernah memiliki orang lain sebelumnya. Setiap orang, apakah mereka berusia 15 atau 50 tahun, dapat mengenal diri mereka lebih baik dan berusaha meningkatkan keterampilan hubungan mereka. Kamu mungkin memiliki banyak kemarahan di sekitar hubungan, termasuk bagaimana hubungan itu berakhir. Kamu bahkan mungkin tergoda untuk “membalas dendam” pada mantanmu atau berfantasi untuk mengganggu kehidupan baru mantan. Ingatlah bahwa menyakiti orang lain tidak akan mengurangi rasa sakitmu. Faktanya, itu lebih mungkin membuatmu merasa lebih buruk dan akan memperlambat kemajuan penyembuhanmu sendiri.

2. Jaga Diri Sendiri

Perawatan diri yang baik bersifat emosional, fisik, dan spiritual. Perawatan emosional seperti menjalin hubungan sosial dengan baik (teman/keluarga), strategi untuk mengatasi stres, mencoba sayang terhadap diri sendiri. Ada pun perawatan fisik seperti makan makanan bergizi, olahraga teratur, tidur cukup. Sedangkan perawatan spiritual adalah dengan meningkatkan ibadah dengan Tuhan dan melibatkan Tuhan dalam setiap proses hidup(berdoa). Jika kamu merasa tidak dapat melepaskan suatu hubungan atau merasa tidak mampu mengatasi kehilangan (bahkan dengan dukungan dari teman dan keluarga) seiring berjalannya waktu, kamu mungkin ingin mencari konseling. Konseling dengan terapis yang tepercaya, berpengetahuan luas, terampil, dan penuh kasih adalah perawatan diri yang baik selama periode perubahan besar dalam hidupmu, sekaligus sangat membantumu saat menghadapi kehilangan.

3. Jangan Terjebak di Masa Lalu

Kadang-kadang, baik kenangan baik maupun buruk berputar-putar di benakmu. Pikiran yang mengganggu ini dapat memperlambat proses penyembuhan dan bisa sangat membuat stress. Meskipun mungkin sulit, cobalah untuk tidak kehilangan perspektif bahwa tidak ada hubungan yang semuanya buruk, tetapi juga tidak ada yang sempurna. Jika kamu mengagungkan hubunganmu dulu atau membanggakan mantanmu, itu mungkin pertanda bahwa kamu perlu memberikan jarak emosional dan mungkin fisik.

Tidak perlu terlalu sering stalking sosial media mantan. Jika kamu tidak bisa menahan godaan, mungkin inilah saatnya untuk membatalkan pertemanan atau memblokir profil mereka. Kamu tidak akan bisa melanjutkan penyembuhan jika Kamu terus-menerus kembali ke dalam kehidupan mereka dan memikirkan apa yang dulu, dan juga apa yang tidak akan pernah terjadi. Jika mantanmu memulai hubungan baru dan memposting di media sosial, itu dapat memicu masalahmu yang belum terselesaikan dengan mereka.

4. Hargai Kenangan Baik

Bahkan jika hubungan kamu berakhir dengan pahit, kemungkinan besar itu tidak semuanya buruk. Wajar untuk melihat kembali apa yang baik tentang hubunganmu dulu. Kamu mungkin mendapati bahwa kamu merindukan hal-hal tertentu tentang mantanmu dan perasaan cintamu dulu. Pada saat yang sama, kamu mungkin merasa terbebani oleh perasaan hampa atau menyimpan kebencian tentang apa yang terjadi yang menyebabkan perpisahan. Mengatasi perubahan emosi ini adalah bagian dari proses penyembuhan. Saat sebuah kenangan indah muncul, biarkan kenangan itu mengalir dan bersyukur untuk itu.

5. Lakukan Evaluasi Ulang Kebutuhan Kamu

Setelah putus adalah saat yang tepat untuk memikirkan keinginan dan kebutuhanmu dalam hubungan romantis. Kamu mungkin merasa terbantu dengan membuat jurnal atau membuat daftar. Sosok seperti apa yang kamu inginkan dalam hubungan untuk melengkapimu? Sungguh menyakitkan untuk mengakui bahwa hubunganmu sebelumnya tidak dapat memenuhi kebutuhanmu. Meluangkan waktu untuk merenung dengan jujur ​​bisa menjadi pekerjaan yang tidak mudah, tetapi setelah melakukannya, kamu akan dapat menjelaskan kualitas yang harus dicari pada calon pasangan.

6. Jangan Langsung Menuju Hubungan “Rebound”

Kamu mungkin merasakan urgensi untuk menemukan pasangan baru yang romantis, yang disebut hubungan “rebound”. Jika kamu tidak meluangkan waktu untuk merenungkan hubungan yang baru saja berakhir, kamu mungkin akan mengulangi pola atau membuat kesalahan yang sama di hubungan baru. Mungkin sulit untuk melepaskan diri dari cara berpikir dan perilaku lama, meskipun kamu tahu itu tidak membantu. Tapi pengakuan adalah langkah pertama untuk membuat perubahan.

7. Jatuh cinta lagi Saat Kamu Siap

Kadang-kadang, orang mengalami kesulitan untuk melajang ketika mereka sudah terbiasa menjadi bagian dari suatu pasangan. Hal ini mungkin terjadi terutama setelah hubungan jangka panjang berakhir. Jika identitasmu sebagai pribadi lajang, coba ingat bahwa nilai dirimu berasal dari siapa kamu, bukan dengan siapa kamu. Menjadi diri sendiri memberimu kesempatan untuk fokus pada diri sendiri — walaupun ini bisa jadi sulit jika kamu terbiasa mengurus orang lain. Terkadang, orang yang tidak begitu percaya diri bersosialisasi sendiri lebih nyaman dalam situasi sosial saat mereka menjadi bagian dari pasangan. Orang lain mungkin senang bersosialisasi baik mereka sedang menjalin hubungan atau tidak, tetapi mereka mungkin menolak pacaran setelah putus.

Kecenderungan untuk menghindari situasi sosial seringkali merupakan campuran dari kekhawatiran tentang melihat mantan pasangan atau seseorang yang kamu kenal yang mungkin bertanya tentang hubungan. Keinginan untuk menghindari tempat, aktivitas, dan orang-orang yang akan mengingatkan kamu pada mantan. Cobalah untuk tidak mengisolasi dirimu sendiri. Kamu tentu tidak harus keluar pada malam hari jika lebih suka tinggal di rumah dengan membaca buku, tetapi jika kamu ingin menghabiskan waktu bersama orang lain dan tidak ingin keluar sendiri, ajaklah temanmu. Kamu tidak perlu terburu-buru, tetapi kamu mungkin mulai terbuka terhadap kemungkinan hubungan baru seiring berjalannya waktu.

Dalam psikologi wanita, mungkin menakutkan untuk berpikir tentang jatuh cinta lagi — terutama setelah kamu terluka — tetapi cobalah untuk mengingat bahwa sedalam apa pun rasa sakit dari patah hati, itu berarti kamu mengalami cinta yang sama dalamnya. Kamu bahkan mungkin tidak mencari hubungan ketika cinta menemukanmu, karena itu dapat muncul di tempat-tempat yang tidak terduga. Jika kamu mencari dengan lebih sengaja, bersikaplah terbuka untuk bertemu orang lain saat kamu pergi keluar dan pilih tempat serta aktivitas yang kamu sukai. Baik dalam kelompok ibadah, komunitas hobi, atau organisasi, kamu cenderung menjalin hubungan positif dengan orang lain dan menemukan hubungan yang langgeng (teman dan pasangan romantis) di tempat di mana kamu merasa aman dan nyaman menjadi diri sendiri.

8. Memaafkan

Memaafkan mantan mungkin membutuhkan waktu dan mungkin tidak mudah, terutama jika kamu disakiti atau dikhianati. Penting untuk diperhatikan bahwa memaafkan seseorang bukan berarti memaafkan perilaku dan tindakannya yang menyakitkan. Menilik psikologi wanita putus cinta, memaafkan memberimu izin untuk berhenti menginvestasikan waktu dan energi pada seseorang dan situasi yang tidak lagi sehat untukmu. Untuk memperbaiki hati yang patah dan melanjutkan hidup, ada orang lain yang harus kamu siapkan untuk dimaafkan: diri sendiri. Kamu mungkin merasa lebih mudah untuk memaafkan mantan, tetapi ingatlah bahwa hubungan terlama dan paling kuat yang pernah kamu miliki adalah dengan dirimu sendiri. Kamu tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi kamu bisa belajar darinya.

Referensi:

Kübler-Ross, E. (1969). On Death and Dying. New York: MacMillian.

Lindenfield, G. (2005). Putus Cinta Bukan Akhir Segalanya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Field,  T.,  Diego,  M.,  Pelaez,  M.,  Deeds,  O.,  Delgado,  J.  (2009).  Breakup  distress  in  university  students. Adolescence; Winter, 44(176): 705-727.

Rumondor, P. C. (2013). Gambaran Proses Putus Cinta Pada Wanita Dewasa Muda Di Jakarta: Sebuah Study Kasus. Humaniora, 4(1): 28-36.

Schimelpfening, N. (2020). How to Heal a Broken Heart When a Relationship Ends. Very Well Mind. Diakses dari https://www.verywellmind.com/how-to-heal-a-broken-heart-1065395

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *