Once upon a time… eh, nggak juga, sih. Tepatnya, sekitar tahun 1960-an, para ilmuwan mulai mempertanyakan hubungan antara perilaku manusia dan lingkungan alam dan buatan kita. Mereka ingin mencari tahu bagaimana perilaku manusia mempengaruhi lingkungan dan sebaliknya, dan melakukan banyak penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah lingkungan yang kompleks dalam mengejar kesejahteraan individu dalam masyarakat yang lebih luas. Melalui usaha ini, para ilmuwan pun mengembangkan salah satu peminatan studi bernama psikologi lingkungan.
Hah? Seriusan Ada Psikologi Lingkungan?
Beneran ada, kok. Hanya saja, psikologi lingkungan tidak sepopuler bidang-bidang studi dan kajian psikologi lain seperti psikologi industri dan organisasi, psikologi klinis, psikologi pendidikan, atau psikologi forensik. Psikologi lingkungan adalah bidang interdisipliner yang berfokus pada interaksi antara individu dan lingkungan, serta mengkaji bagaimana lingkungan berperan dalam membentuk pribadi individu. Nah, lingkungan ini meliputi lingkungan alam, sosial, binaan, belajar, dan informasional. Jadi, bisa dikatakan bahwa psikologi lingkungan adalah ilmu psikologi yang digabungkan dengan ilmu perencanaan wilayah, geografi, arsitektur, ekologi, dan ilmu-ilmu pengetahuan alam lainnya.
Psikolog dan ilmuwan psikologi yang berfokus pada kajian psikologi lingkungan akan menyelidiki bagaimana orang bekerja dengan dan menanggapi dunia di sekitar mereka. Terkait isu perubahan iklim yang sedang populer saat ini, psikolog dan ilmuwan psikologi lingkungan akan mengkaji mengenai pentingnya untuk memilah sampah, mendaur ulang, apa yang memotivasi orang untuk mengadopsi perilaku positif lingkungan. Mereka juga mengkaji mengapa lingkungan tertentu membuat orang merasa bahagia dan produktif. Contohnya, dalam penelitian terkini, ilmuwan melaporkan bahwa perubahan iklim dapat berdampak besar terhadap keadaan psikologis manusia, antara lain stres, kecemasan, dan depresi.
Dari tadi kita bicara soal interaksi manusia dengan lingkungan, bukan? Tentu saja, interaksi antara manusia dengan lingkungan dapat terjadi apabila individu bisa mengenali lingkungannya melalui panca indera. Maka dari itu, ada baiknya kita berkenalan dulu dengan topik yang paling sentral dalam psikologi lingkungan, yaitu environmental perception. Topik kali ini akan cukup praktikal, jadi sambil menyimak, kamu bisa sambil jalan-jalan di sekitar rumah atau memperhatikan lingkungan sekitarmu.
Apa Itu Environmental Perception?
Menurut Démuth (2013), proses kognitif yang terjadi saat manusia berusaha mengenali dan memberi arti pada sesuatu yang ditangkap oleh panca indera disebut dengan persepsi. Charles J. Holahan menjelaskan dalam bukunya, Environmental Psychology (1982), bahwa environmental perception atau persepsi lingkungan adalah proses yang terjadi saat seseorang secara kognitif menangkap input-input lingkungan fisiologis yang sedang berlangsung pada saat tertentu melalui panca indera, misalnya dengan mengenali perubahan suhu, kelembaban, visualisasi, bau, serta bunyi-bunyian yang terdengar. Lingkungan adalah sesuatu yang kompleks, sehingga manusia harus terus menerus bergerak untuk mengeksplorasi dan mengkategorisasikan lingkungan melalui perilaku yang bermakna.
Bagaimana Environmental Perception Bekerja?
Environmental perception bersifat aktif. Karena itu, manusia mampu memilih lingkungan seperti apa yang baik bagi dirinya, atau seperti apa lingkungan yang membuatnya merasa nyaman. Persepsi lingkungan melibatkan proses mental berupa object perception, yaitu ketika seseorang mempersepsikan objek-objek di lingkungannya, ia akan lebih mudah mempersepsikan suasana yang koheren daripada daripada yang tidak teratur, sebab ia akan lebih mudah mempersepsikan objek-objek yang saling berhubungan menurut konteks.
Pendekatan-pendekatan dalam Environmental Perception
Persepsi manusia terhadap lingkungan fisik dapat diketahui melalui tiga macam pendekatan, yaitu probabilistic functionalism, affordances, dan collative properties.
Probabilistic Functionalism
Menurut pendekatan probabilistic functionalism yang dikemukakan Brunswik, informasi mengenai lingkungan akan diproses oleh manusia melalui isyarat distal yang ditangkap melalui isyarat proksimal. Bingung, ya? Hm, gampangnya begini, ketika seseorang menatap ke sebuah ruang kantor, diketahui bahwa ruang kantor tersebut memiliki tinggi sekian dan lebar sekian apabila diukur, namun orang itu dengan sederhana mampu mempersepsikan ruangan tersebut sempit atau lebar menurut penglihatannya. Persepsi tersebut kemudian berujung pada kesimpulan mengenai kelayakan ruang kerja tersebut.
Affordances
Menurut pendekatan affordances yang dikemukakan Gibson, manusia mempersepsi lingkungannya tidak melalui rangkaian isyarat (cues) yang harus diproses bertahap, melainkan melalui penilaian fungsional secara langsung berdasarkan keadaan lingkungan.
Collative Properties
Yang terakhir, pendekatan collative properties yang dikemukakan oleh Berlyne menyatakan bahwa manusia sebagai pengamat akan membandingkan detail-detail lingkungan yang kemudian merangsang manusia untuk melakukan suatu pengaturan terhadap lingkungannya. Menurut Berlyne, collative properties dapat terjadi bila seseorang menemukan sesuatu yang baru (novelty), menyadari adanya ketidaksesuaian (incongruity), menemukan bahwa komponen lingkungannya terlalu banyak atau terlalu sedikit (complexity), dan menghadapi sesuatu yang tidak terduga (surprisingness).
Environmental Perception dalam Teori Gestalt
Menurut teori Gestalt, persepsi lingkungan terjadi ketika manusia mempersepsi elemen-elemen terpisah dalam suatu lingkungan sebagai suatu kesatuan yang saling berkaitan dan membentuk suatu pola atau kesinambungan (Goldstein, 2011).
Ada tiga hukum hukum psikologi Gestalt yang berhubungan dengan persepsi lingkungan, antara lain:
- Law of familiarity, yakni objek-objek yang membentuk suatu pola yang familier dan bermakna akan cenderung dikelompokkan.
- Law of similarity, yakni manusia akan cenderung mengelompokkan objek berdasarkan kesamaan (baik bentuk, warna, atau tekstur) sehingga membentuk suatu pola.
- Pragnanz (law of good figure), yakni setiap pola stimulus dilihat sedemikian rupa sehingga membentuk suatu struktur yang sederhana Contohnya, nih, ketika kamu melihat logo merk sepatu Adidas, yang pertama kamu lihat dengan cepat adalah bentuk segitiganya yang menyerupai gunung.
Ditinjau dari ketiga hukum ini, teori persepsi Gestalt banyak dilakukan di dunia perancangan atau desain dan komunikasi visual. Teori ini juga menjelaskan suatu desain dalam nilai estetika sekaligus mempromosikan legibilitas fungsionalnya. Selain itu, teori persepsi Gestalt juga yang dapat diterapkan dalam perancangan arsitektur, terutama dalam proses observasi, klasifikasi, dan pengelompokan objek sehingga membentuk suatu rancangan yang utuh.
Nah, kita sudah berkenalan sekilas dengan psikologi lingkungan dan environmental perception. Tapi, karena pembahasan kita akan sangat luas, kita tidak akan punya banyak waktu untuk mem-breakdown seluruh referensi yang ada. Maka dari itu, kita akan melanjutkan ke pembahasan aplikatifnya saja di artikel berikutnya, yaitu peran environmental perception dalam perancangan interior!
Referensi
Bonnes, M., Secchiaroli, G. (1995). Environmental Psychology: A Psycho-social Introduction. New York: Sage Publishing.
Démuth, A. (2013). Perception Theories. Krakow: Towarzystwo Słowaków w Polsce.
Goldstein, E. B. (2011). Cognitive Psychology: Connecting Mind, Research, and Everyday Experience (3rd ed.). Belmont, California: Wadsworth.
Holahan, C. J. (1982). Environmental Psychology. New York City: Random House.
Proshansky, H. M. (1987). “The field of environmental psychology: securing its future.” Dalam Handbook of Environmental Psychology, eds. D. Stokols and I. Altman. New York: John Wiley & Sons.
Ini bener banget kak, asli deh akhir2 ini banyak bencana alam yg terjadi di Indonesia, aku berpikir kalo ini sebagian ulah manusia yang kurang peduli sm lingkungan. Makasih kak udah ngasih cara2 pendekatannya, bermanfaat bgt, semangat terus kak