Psikologi Anak: Apa dan Mengapa Itu Penting?

Psikologi anak adalah sebuah studi di bidang psikologi yang berfokus pada perkembangan anak. Objek kajian psikologi anak adalah bagaimana anak berinteraksi dengan dirinya sendiri, orang tua, serta lingkungan yang ditujukan untuk memahami perkembangan mental anak. Psikologi anak juga membahas tentang pola-pola psikologis dalam perilaku anak. Memahami pola-pola psikologis ini akan membantu orang tua dalam berkomunikasi dengan anak, mengajari anak menerapkan mekanisme coping untuk memanajemen emosi, dan memfasilitasi pertumbuhan anak di tiap tahap psikologi perkembangan. Melalui pemahaman psikologi anak, orang tua dan guru juga bisa mendeteksi masalah-masalah terkait pembelajaran, hiperaktivitas, atau mengajari anak menghadapi kecemasan yang diakibatkan oleh trauma masa kecil.

Oleh karena psikologi anak selalu berkaitan dengan tahap kembang anak, langkah pertama yang perlu diperhatikan untuk memahami psikologi anak adalah menilik developmental milestones atau tahap perkembangan anak dari lahir hingga menjadi dewasa. Menurut Santrock (2008), setiap tahap perkembangan anak memiliki isunya tersendiri yang harus ditangani sebelum bisa mengoptimalkan tahap setelahnya. Adapun menurut Santrock, terdapat sejumlah isu yang berkaitan dengan tahap pertumbuhan anak, antara lain:

  1. Health and well-being, yakni berkaitan dengan asupan nutrisi, diet, serta pemenuhan kebutuhan terkait kesehatan anak. Misalnya, isu yang paling sering dibahas saat ini adalah bagaimana memahamkan protokol kesehatan COVID-19 kepada anak serta mengajarkan anak pentingnya menjaga kesehatan selama pandemi.
  2. Parenting and education, yakni menyorot tentang gaya pengasuhan, proses belajar mengajar, dan isu-isu pendidikan lainnya. Isu-isu ini juga memiliki percabangan kepada isu sosial dan ekonomi yang berpengaruh kepada kemampuan anak memperoleh pendidikan dan pengasuhan yang layak.
  3. Sociocultural context and diversity. Hal-hal ini berkaitan dengan mengajarkan anak tentang pentingnya menghargai keberagaman dan toleransi, baik itu pada orang yang berbeda etnis, bahasa, agama, atau gender.
  4. Social policy. Segala kebijakan pemerintah terhadap warga negara Indonesia juga berdampak pada perkembangan anak, terutama apabila kebijakannya menyangkut pendidikan. Masalah pendidikan termasuk ramai dibicarakan di Indonesia belakangan ini, apalagi sejak pemerintah menetapkan kebijakan belajar di rumah guna meminimalisir terjangkitnya COVID-19 di institusi pendidikan.

Berdasarkan isu-isu perkembangan anak yang sudah kita bahas sebelumnya, kita bisa mulai menentukan isu-isu apa saja yang akan kita angkat untuk menjadi fokus utama.

Tiga Area Fokus Utama dalam Psikologi Anak

  • Perkembangan fisik

Perkembangan fisik dapat dilihat dari kejadian-kejadian yang terprediksi mulai dari sejak anak lahir sampai bisa berjalan. Setiap anak memiliki isunya sendiri-sendiri terkait perke Melalui perhatian terhadap perkembangan fisik anak, psikolog dan orang tua bisa meng-highlight masalah-masalah pada anak yang sekiranya perlu diatasi di masa depan. Sebagai contoh, ada seorang ibu yang anaknya sudah berusia 2 tahun, tapi masih belum bisa berjalan dan berlari. Apabila sudah ada indikasi bahwa perkembangan fisik anak terhambat, ada baiknya bagi orang tua untuk segera berkonsultasi kepada psikolog anak atau terapis.

  • Perkembangan kognitif

Isu-isu terkait perkembangan kognitif anak meliputi bahasa, inteligensi, dan proses berpikir anak yang meliputi atensi, memori, pengambilan keputusan, dan problem solving. Memahami isu-isu tersebut dapat menjadi sarana mencari tahu masalah belajar anak dan menetapkan model pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan kognitif anak. Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak terdiri atas 4 tahap, antara lain:

  1. Tahap sensorimotor (usia 0—2 tahun). Pada tahap ini, anak yang masih berusia dini mengkonstruksi pengetahuan tentang lingkungan melalui koordinasi panca indera dengan tindakan. Misalnya, dia akan belajar tentang bentuk-bentuk wajah orang, macam-macam suara, dan macam-macam rasa makanan. Tahap ini secara optimal ditandai dengan object permanence, yaitu kemampuan anak memahami keberadaan benda tertentu sekalipun benda tersebut ditutupi atau tidak terlihat.
  2. Tahap pra-operasional (usia 2—7 tahun). Pada tahap ini, anak sudah mulai belajar mengenal kata dan gambar-gambar tertentu. Selain itu, anak juga memiliki keingintahuan yang besar sehingga ingin mengeksplorasi banyak hal di lingkungannya. Tahap ini juga ditandai dengan munculnya egosentrisme(keinginan anak untuk menjadi ‘istimewa’)dan kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat khayal. Oleh karena itu, tidak heran anak-anak pada tahap pra-operasional menyukai bermain dengan boneka atau mobil-mobilan, atau permainan lain yang mengandalkan imajinasi dan berpura-pura.
  3. Tahap operasional konkrit (usia 7—11 tahun). Pada tahap ini, anak sudah bisa menggunakan logika untuk memahami konsep sebab-akibat dari tindakannya. Pencapaian utama tahap operasional konkrit adalah seriation, yaitu mengelompokkan objek-objek tertentu dan mengandalkan logika untuk memecahkan masalah-masalah sederhana, misalnya mengerjakan PR Matematika tingkat Sekolah Dasar. Selain itu, pencapaian lain yang bisa dilihat pada tahap ini adalah transivity, yaitu mengkombinasikan banyak informasi untuk menarik kesimpulan.
  4. Tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas). Pada tahap ini, anak sudah bisa berpikir abstrak dan logis. Anak juga sudah bisa mengutarakan idenya sendiri mengenai suatu hal dan membandingkan suatu keadaan dengan keadaan lain yang menurutnya ideal. Misalnya, seorang anak sudah bisa melihat perbedaan antara perbedaan pengasuhan orang tuanya dengan orang tua temannya. Cara berpikir anak pada tahap ini sudah mencapai hypothetical-deductive reasoning, yakni menarik kesimpulan dari hal-hal umum untuk mendapatkan solusi konkrit. Misalnya, anak sudah bisa melihat ketidakadilan peraturan sekolah sehingga ada kecenderungan ingin membangkang, yang bisa berakibat pada kenakalan remaja.
  • Perkembangan emosional. Isu-isu terkait perkembangan emosi meliputi bagaimana anak memahami, merasakan, dan mengekspresikan perasaannya kepada orang lain. Tentunya kalau teman-teman pernah menonton film Inside Out, teman-teman akan memahami bahwa manusia memiliki lima emosi dasar, yaitu bahagia, sedih, marah, takut, dan jijik. Seiring waktu, lima emosi dasar ini akan berkembang menjadi semakin kompleks meliputi kecewa, iri, bersalah, bangga, dan berharap. Apabila perkembangan emosional ini terhambat, maka anak akan mengalami kesulitan bersosialisasi, sebab perkembangan emosional anak berkaitan dengan kemampuannya merasakan dan memahami emosi orang lain melalui empati. Maka dari itu, membantu anak memahami emosi juga mengajarinya teknik coping stres yang efektif ketika dilanda masalah dan tidak melampiaskannya dengan cara-cara yang kurang menyenangkan. Sebut saja kasus-kasus kekerasan dan bullying yang dilakukan anak kepada teman sebayanya diakibatkan anak tersebut kurang memiliki kemampuan coping stres yang efektif.

Kesimpulannya, pentingnya psikologi anak tidak hanya berkaitan dengan tumbuh kembang anak, tetapi juga berkaitan dengan peran lingkungan sebagai fasilitator anak untuk tumbuh dan berkembang. Setiap orang tua pasti menginginkan seuatu yang terbaik bagi anak, namun perlu diketahui setiap anak juga memiliki keunikannya sendiri-sendiri. Maka dari itu, anak juga butuh dukungan lingkungannya agar lebih percaya diri dan mandiri dalam menjalani kehidupannya.

Referensi

Santrock, J. W. (2014). A Topical Approach to Life-Span Development (7th ed.). New York City: McGraw-Hill Education.

WWMG. (2018, Maret 26). What is Child Psychology and Why Is It Important? Diambil kembali dari WWMGroup: https://www.wwmedgroup.com/blog/child-psychology/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *