Siapa yang sedang dalam proses masuk ke tempat kerja baru atau sedang menjadi job seeker? Sebagai karyawan maupun calon karyawan, penting bagi kita untuk mengenali lingkungan kerja dengan baik. Tentu saja, di lingkungan kerja baru, kamu akan sering menemukan banyak hal terkait kebiasaan, budaya, atau kepribadian rekan kerja yang tidak sesuai dengan diri kita. Hal-hal ini akan berpengaruh terhadap kita secara psikologis, salah satunya berkaitan dengan psychological safety.
Apa itu Psychological Safety?
Menurut Maslow (1945), psychological safety adalah semacam perasaan percaya diri, keamanan dan kebebasan dari ketakutan dan kecemasan. Sedangkan menurut Edmondson (2003), psychological safety adalah suatu gambaran persepsi individu tentang konsekuensi risiko interpersonal di lingkungan kerja mereka.
Ini terdiri dari keyakinan yang diterima begitu saja tentang bagaimana orang lain akan merespons ketika seseorang mempertaruhkan dirinya, seperti dengan mengajukan pertanyaan, mencari umpan balik, melaporkan kesalahan, atau mengusulkan ide baru.
Selain itu, psychological safety juga berkaitan dengan suatu kepercayaan terhadap lingkungan yang memungkinkan individu mengambil risiko dalam pekerjaan atau aktivitas yang dijalaninya (Edmondson, 2003). Ada perbedaan antara psychological safety dan trust.
Trust jauh lebih mengarah pada pertanyaan “bagaimana kamu mempersepsi reaksi orang terhadap tindakanmu?” sementara psychological safety lebih mengacu pada “bagaimana reaksi orang-orang saat mempersepsi tindakanmu?”
Apakah masih membingungkan? Kalau masih belum jelas, kamu bisa memperhatikan contoh kasus di bawah ini.
Kasus 1
Di sebuah divisi, Lintang bekerja dengan sebuah kelompok yang beranggotakan 5 orang. Suatu hari, Lintang dan kelompoknya mendapatkan sebuah job yang harus diselesaikan dalam waktu 2 minggu. Seluruh anggota kelompok tahu Lintang bekerja paling cepat, jadi mereka berekspektasi Lintang akan membantu mengerjakan job tersebut.
Namun sebenarnya, Lintang sendiri masih punya deadline mengerjakan tugas lain dari atasannya, sehingga ia merasa tidak mampu mengerjakan job tadi tepat waktu. Masalahnya, Lintang tidak berani speak up karena dia tahu jika dia menyangkal ikut serta dalam pengerjaan job, anggota kelompoknya akan menekannya terus menerus. Lintang merasa tidak yakin bahwa anggota kelompoknya akan menerima pendapatnya.
Di sisi lain, ia juga takut bahwa pribadinya akan dinilai buruk oleh bosnya apabila ia tidak menyelesaikan deadline tepat waktu. Situasi yang dialami Lintang ini terjadi saat psychological safety seseorang terancam.
Kasus 2
Contoh kedua bisa kita lihat pada kasus Anisa, supervisor Lintang. Anisa dikenal sebagai sosok yang bossy dan tidak pandang bulu dalam menugaskan sesuatu pada bawahannya. Akibatnya, bawahannya pun merasa enggan untuk berkomunikasi secara langsung dengan Anisa.
Di sisi lain, Anisa juga merasa tidak yakin bawahannya mampu mengerjakan job yang dia minta. Jadi, kebutuhan psychological safety juga berlaku bagi supervisor seperti Anisa.
Faktor-faktor Pendukung Psychological Safety
Kita takkan mampu menyulut api bila tak ada kayu untuk dibakar. Demikian juga dengan psychological safety. Ada sejumlah faktor pendorong psychological safety di tempat kerja, yang meliputi:
1. Lingkungan yang luwes
Studi Edmondson (1999) melaporkan bahwa lingkungan kerja yang penuh tekanan dapat mempengaruhi individu, sehingga mengakibatkan keengganan untuk berinisiatif meminta bantuan dalam pekerjaan atau tidak berani mempertanyakan tujuan tim karena takut sanksi oleh manajemen.
2. Afeksi
Psychological safety dipicu oleh interaksi sosial antar individu dalam organisasi, ditambah adanya iklim interpersonal yang koheren dalam setiap kelompok yang dicirikan oleh campuran kepercayaan, rasa hormat terhadap kompetensi satu sama lain, dan kepedulian satu sama lain sebagai manusia (Edmondson, 1999).
3. Information exchange
Penelitian yang dilaksanakan Gong, et. al. (2012) membuktikan bahwa karyawan yang proaktif melakukan information exchange dengan orang lain akan mendorong hubungan saling percaya yang memberikan keamanan psikologis bagi karyawan yang lain.
4. Tingkat kecemasan
Sebuah studi yang dilakukan oleh Edmondson & Mogelof (2005) melaporkan bahwa individu yang memiliki tingkat kecemasan tinggi akan cenderung memiliki psychological safety yang rendah, begitu pula sebaliknya. Contohnya, seseorang tidak akan bekerja dengan maksimal jika dia merasa ada ancaman pelecehan seksual di tempat kerja.
Manfaat Psychological Safety
Apabila psychological safety terwujudkan dalam lingkungan kerja, maka manfaatnya akan dirasakan oleh seluruh pihak dalam organisasi. Tiga di antaranya adalah:
1. Meningkatkan Effort dalam Bekerja
Edmondson (2003) menulis, psychological safety dapat meningkatkan kemungkinan perilaku belajar yang effortful maupun berisiko secara interpersonal, serta perilaku positif lainnya seperti mencari bantuan, eksperimen, dan berdiskusi dengan rekan kerjanya tentang kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi.
Seperti yang kita lihat pada kasus Lintang di atas. Apabila Lintang merasa aman secara psikologis, ia takkan merasa takut untuk speak up tentang kesulitan dalam pekerjaannya atau membicarakan masalah pribadinya dengan rekan kerjanya.
2. Organizational Learning
Organization learning adalah segala bentuk kegiatan yang melibatkan perolehan, pemrosesan, dan penyaluran pengetahuan antar pihak-pihak yang berpartisipasi di dalamnya. Sebuah studi membuktikan kualitas hubungan kerja berkontribusi terhadap organizational learning melalui adanya psychological safety (Carmeli, et., al., 2009).
Secara terperinci, individu akan merasa aman secara psikologis saat ia dapat terlibat dalam perilaku belajar, mengemukakan kekhawatiran, dan membicarakan berbagai hal secara terbuka. Sebagai contoh, dalam kasus Anisa, tampak sekali bahwa kekhawatiran akan kompetensi yang dimiliki bawahannya dapat menghambat komunikasi karena Anisa tidak terbuka membicarakan hal-hal yang menurutnya harus ditingkatkan kepada bawahannya.
Hal itu tidak akan membantu perkembangan hubungannya dengan bawahannya. Alhasil, transfer pengetahuan antara Anisa dan bawahannya juga tidak terwujudkan.
3. Mendukung Kinerja Tim yang Positif
Sebuah organisasi terdiri dari tim-tim yang saling bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Maka dari itu, kinerja tim-tim tersebut diharapkan juga harus konsisten. Sebuah penelitian oleh Kim, et. al. (2020) membuktikan bahwa lingkungan yang mendukung psychological safety juga akan mendukung kinerja tim.
Selain itu, jika ketika anggota mengenali komunikasi yang baik dalam tim, mereka menjadi lebih terlibat dan produktif, dan kepercayaan pada kemampuan tim dapat diperkuat.
Lalu, bagaimanakah cara kita menciptakan psychological safety di lingkungan kerja? Kita akan membahasnya di artikel berikutnya. Stay tuned di Kampus Psikologi!
References:
- Carmeli, A., Brueller, D., Dutton, J. (2009). Learning Behaviours in the Workplace: The Role of High-quality Interpersonal Relationships and Psychological Safety. Systems Research and Behavioral Science, 26, 81-9810.1002/sres.932.
- Edmondson, A. (1999). Psychological Safety and Learning Behavior in Work Teams. Administrative Science Quarterly, 44(2), 350–383. https://doi.org/10.2307/2666999
- Edmondson, A.C. (2003). Managing the Risk of Learning: Psychological Safety in Work Teams. In International Handbook of Organizational Teamwork and Cooperative Working (eds M.A. West, D. Tjosvold and K.G. Smith). https://doi.org/10.1002/9780470696712.ch13
- Edmondson, A., Mogelof, J.P. (2005). Explaining psychological safety in innovation teams: Organizational culture, team dynamics, or personality?. Creativity and Innovation in Organizational Teams, 109-136. 10.4324/9781410615732.
- Gong, Y., Cheung, S.-Y., Wang, M., & Huang, J.-C. (2012). Unfolding the proactive process for creativity: Integration of the employee proactivity, information exchange, and psychological safety perspectives. Journal of Management, 38(5), 1611–1633. https://doi.org/10.1177/0149206310380250
- Kim, S., Lee, H., Connerton, T. (2020). How Psychological Safety Affects Team Performance: Mediating Role of Efficacy and Learning Behavior. Frontiers in Psychology, 11. 10.3389/fpsyg.2020.01581.
- Maslow A. H., Hirsh, E., Stein, M., & Honigmann I. (1945). A clinically derived test for measuring psychological security-insecurity. Journal of General Psychology, 33: 21-41.