kemampuan multitasking

Multitasking: Cara Mudah Jadi Multitasker Handal!

Sebagai manusia, sudah sewajarnya kita mencari pekerjaan ataupun bergabung dengan suatu organisasi di kampus. Namun, kebanyakan lamaran pekerjaan yang saya temukan di internet menuliskan “mampu multitasking” sebagai syarat pekerjaan. Kamu pasti sudah pernah mendengar istilah multitasking dan setidaknya tau beberapa rumor mengenainya. Sudah sewajarnya pula bila kita ingin handal dalam melakukannya.

“Terus, cara tercepat biar jago multitasking gimana, Tang?” Ya, nyerah aja.

Nah lho? Ya, memang benar kalau ada orang dengan kemampuan multitasking hebat, mereka dipanggil sebagai “supertasker” dalam jurnal keluaran 2010. Jurnal tersebut menemukan bahwa hanya 2,5% kandidat eksperimen mereka yang mampu melakukan dua tugas tanpa penurunan performa (Watson dan Strayer, 2010). Bisa dikatakan kalau multitasking yang efektif merupakan kemampuan yang sedikit langka..

Untuk menghindari salah paham, kayaknya kita sebaiknya mulai dengan definisi multitasking dulu deh. Baru nanti kita masuk ke alasan mengapa kamu perlu berhenti melakukannya. Sip? Oke mulai deh.

Table of Contents

Apa Itu Multitasking?

Multitasking adalah kemampuan seseorang melakukan dua atau lebih pekerjaan dalam satu waktu.

Setiap hari kita melakukannya. Beberapa contoh multitasking:

  • Kuliah online sambil liat drama korea
  • Masak sambil nonton youtube
  • Mendengarkan berita sambil bermain game

Ada beberapa hal yang bisa kita multitask dengan mudah, seperti kegiatan yang memakai passive attention atau kegiatan yang tidak memerlukan perhatian sedikitpun.

Namun, kegiatan yang masuk kategori multitasking bisa berbeda tergantung persepsimu (Srna, Schrift, dan Zauberman, 2018). Mereka mengatakan bahwa mayoritas kegiatan yang membutuhkan active attention tidak bisa dilakukan secara bersamaan.

Apa Itu Active Attention? Apa Atensi dan Apa Saja Jenisnya?

Gaddes (1984) dalam web CDL/Center for Development Learning (Thorne & Thomas, 2021) mengatakan bahwa ada dua jenis atensi, yaitu pasif dan aktif.

1. Passive Attention

Proses otomatis yang dipengaruhi oleh lingkungan. Passive Attention tidak memerlukan usaha dan mudah untuk dilakukan karena tidak disengaja. Contohnya seperti ketika kita mencari sumber suara yang keras, atau menengok ke atas karena mendengar suara petasan.

2. Active Attention

Atensi jenis ini dipengaruhi oleh kewaspadaan, konsentrasi, ketertarikan, dan kebutuhan kita (rasa tertarik, rasa lapar, dll). Active attention merupakan sesuatu yang disengaja dan membutuhkan usaha. Seperti mendengarkan kuliah, mengendarai kendaraan, dan masih banyak lainnya.

Secara singkat, multitasking yang aku maksud dalam artikel ini adalah pelaksanaan dua kegiatan yang memerlukan active attention secara bersamaan. Seperti mendengarkan curhatan teman dan menonton tv secara bersamaan, berbicara dengan pelanggan sambil mendengarkan kuliah online, dll. Bukan kegiatan semacam mengendarai mobil dan mendengarkan radio, mendengarkan musik sambil jalan-jalan, yang tidak sepenuhnya perlu active attention.

Alasan Mengapa Kamu Perlu Berhenti Multitasking

Ketika kita melakukan beberapa pekerjaan dalam satu waktu, rasanya seperti kita berhasil memenangkan pertandingan yang sengit. Setelah melakukan banyak tugas secara bersamaan, pastinya kita juga capek banget dan pasti ingin rebahan doang gitu. Pemakaian metode multitasking mungkin efektif saat digunakan bersama tugas-tugas yang tidak memerlukan konsentrasi. Namun, multitasking pada tugas yang berat justru akan seperti senjata makan tuan.

Performa yang menurun

Eksperimen pada tahun 2012 diadakan untuk meneliti keefektifan multitasking (Buser dan Peter, 2012). Mereka menciptakan tiga kelompok yaitu: kelompok (A) yang mengerjakan tugas kompleks satu demi satu, kelompok (B) yang dipaksa untuk multitasking, dan kelompok terakhir (C) yang dibebaskan untuk mengerjakan dengan cara apapun. Eksperimen tersebut menemukan bahwa:

  • Kelompok A memiliki performa yang terbaik
  • Kelompok B performanya lebih buruk
  • Kelompok C memiliki performa yang lebih buruk dibandingkan kelompok B.

Selain temuan mereka yang menjelaskan bahwa multitasking tidak efektif pada tugas yang kompleks, mereka juga menemukan bahwa jadwal merupakan komponen yang penting dalam penyelesaian tugas. Dengan jadwal kita bisa terfokus untuk menyelesaikan satu tugas saja dan tidak berpindah-pindah antar tugas lain.

Informasi Tambahan

Jadi ketika sedang riset aku nemuin jurnal yang menarik. Mereka membahas kapasitas multitasking seseorang yang bisa berbeda sesuai dengan kapasitas kognitif, atau IQ secara singkat. Jurnal itu berjudul Doing More With Less: Interactive Effects of Cognitive Resources and Mindfulness Training in Coping With Mental Fatigue From Multitasking. Berikut beberapa poin yang mereka tuliskan:

  • Kelompok dengan kapasitas kognitif tinggi bisa multitasking lebih banyak sebelum merasa kelelahan.
  • Di sisi lain, kelompok dengan kapasitas kognitif yang rendah lebih cepat kelelahan ketika melakukannya.

Namun, Kudesia, Pandey, dan Rena juga menemukan bahwa kelompok dengan kapasitas kognitif rendah yang diberikan pelatihan mindfulness yang optimal mampu bertahan lebih lama dalam melakukan multitasking, dibandingkan dengan kelompok kapasitas kognitif yang rendah dan tidak diberikan pelatihan mindfulness (Kudesia, Pandey, dan Rena. 2020).

Kesimpulan

Kamu sangat disarankan untuk menghindari multitasking pada tugas yang berat. Meskipun terdengar sangat produktif, pada kenyataannya performamu hanya akan menurun. Sesuatu yang membutuhkan banyak perhatian (membuat makalah, mengendarai kendaraan, kuliah online) hampir mustahil untuk dilakukan secara efisien apabila dilakukan bersamaan dengan kegiatan yang berat lainnya. Pada saat itu kamu tidak multitasking, kamu hanya memindahkan perhatianmu dari satu hal ke yang lain.

Daftar Pustaka:

Buser, T., & Peter, N. (2012). Multitasking. Experimental Economics, 15(4), 641–655.doi:10.1007/s10683-012-9318-8

Kudesia, R. S., Pandey, A., & Reina, C. S. (2020). Doing More With Less: Interactive Effects of Cognitive Resources and Mindfulness Training in Coping With Mental Fatigue From Multitasking. Journal of Management, 014920632096457. doi:10.1177/0149206320964570

Rubinstein, J. S., Meyer, D. E., & Evans, J. E. (2001). Executive control of cognitive processes in task switching. Journal of Experimental Psychology: Human Perception and Performance, 27(4), 763–797. doi:10.1037/0096-1523.27.4.763

Srna, S., Schrift, R. Y., & Zauberman, G. (2018). The Illusion of Multitasking and Its Positive Effect on Performance. Psychological Science, 095679761880101.doi:10.1177/0956797618801013

Thorne, G., & Thomas, A. (2021). What Is Attention? – The Center for Development & Learning. Retrieved 24 March 2021, from https://www.cdl.org/what-is-attention/

Watson, J. M., & Strayer, D. L. (2010). Supertaskers: Profiles in extraordinary multitasking ability. Psychonomic Bulletin & Review, 17(4), 479–485.doi:10.3758/pbr.17.4.479

This entry was posted in Tips & Trick on by .

About K. Lintang Mahadewa

Saat ini, Lintang Mahadewa adalah mahasiswa psikologi di UGM. Karena merasa bosan dan ingin mencari pengalaman, Lintang saat ini menjadi content writer dan ghostwriter dengan jumlah artikel 50+. Lintang mengetik dengan sudut pandang ketiga, karena membuatnya merasa lebih nyaman dan tidak cringe. Namun, akan ada saat dimana Lintang “merasa humoris” dan melontarkan lelucon ala bapak-bapak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *