Apabila kalian sering scrolling media sosial, akhir-akhir ini fenomena ghosting kerap kali dibicarakan di dunia maya. Makanya, saya nggak akan bertanya kepada kalian, “Siapa yang pernah di-ghosting?” karena toh sepertinya hampir semua orang di dunia ini pernah mengalami ghosting. Entah di-ghosting teman, gebetan, pacar, tetangga, keluarga, sampai dosen, apalagi ketika mau bimbingan tugas akhir. (Lah, si penulis malah curhat!)
Oya, sekedar pengingat, kali ini bahasan kita terbatas pada ghosting di hubungan sosial secara umum, ya. Jadi, bagi yang pernah di-ghosting dosen, tolong kesampingkan kasusnya terlebih dahulu karena pasti ada alasan akademik lainnya. Bahkan, ada juga lho kasus dosen yang di-ghosting mahasiswanya!
Nah, dari sini muncullah pertanyaan utama kita: sebenarnya apa sih ghosting itu? Kenapa bisa merugikan orang lain? Mengapa ghosting terjadi? Dan kenapa kita harus sebisa mungkin menghindari perilaku ini?
Apa itu Ghosting?
Susan McQuillan, kontributor Psycom, mendefinisikan ghosting sebagai fenomena dimana seseorang secara tiba-tiba menghilang dari kehidupan kita, memutus kontak, dan tidak memberikan penjelasan tentang apa yang mereka lakukan. Sementara Loren Soerio dari Psychology Today menyebut bahwa ghosting merupakan tindakan pengecut, karena melibatkan tindakan menghilang tanpa kabar atau menolak berhubungan kembali dengan orang lain, padahal masih ada urusan yang belum selesai.
Selain itu, disonansi kognitif juga dipercaya berperan dalam ghosting karena secara teknis, otak kita selalu berfokus pada informasi mengkonfirmasi sesuatu yang kita yakini benar, padahal bukti-bukti yang nyata mengatakan bahwa dugaan kita salah. Nah, itulah mengapa kadang kita juga tidak sadar ketika mengalami ghosting, atau melakukan ghosting kepada seseorang.
Bagi orang yang pernah melakukan ghosting, atau para ghoster, kebanyakan dari mereka menyebut perilaku tersebut adalah lumrah, dan mereka tidak memikirkan konsekuensi yang akan terjadi bila mereka melakukannya. Demikian pula bagi yang ter-ghosting, ada periode di mana orang yang ter-ghosting tidak percaya dan menganggap bahwa yang dilakukan para ghoster adalah hal lumrah, tapi kita akan membahasnya nanti.
Teori Psikologi Ghosting
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pertanda utama ghosting terjadi adalah menghilangnya seseorang dari kehidupanmu secara tiba-tiba dan tanpa kabar. Namun rupanya, ghosting itu tidak hanya soal meninggalkan dan mengabaikan seseorang. Pertama-tama, kita harus mengetahui dahulu mengenai konsep sebuah perpisahan dalam hubungan. Jadi, mari kita perhatikan bersama model disengagement behavior dari Baxter (1985) berikut ini.
Disengagement behavior menurut Baxter (1985) adalah perilaku melepaskan diri dari hubungan interpersonal. Dilansir dari LeFebvre, dkk. (2019) konsep disengagement behavior Baxter menempatkan ghosting pada sumbu self-oriented dan indirect, karena hanya peduli dengan keinginan pribadi dan tidak mengindahkan kebutuhan psikologis rekan atau pasangan yang di-ghosting. Regan (2017) juga menyatakan bahwa salah satu tanda dari self-oriented-indirect disengagement adalah terjadinya penarikan diri dari suatu hubungan tanpa pemberitahuan kepada orang lain. Nah, sekarang pertanyaan keduanya adalah…
Kenapa Ghosting Terjadi?
Berikut ini adalah empat alasan utama yang bisa menyebabkan seseorang melakukan ghosting:
1. Takut Berkomitmen
Penelitian Koessler, dkk. (2019) mencatat bahwa perilaku ghosting ditunjukkan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk mempertahankan komitmen dalam hubungan, dan tentu saja, perilaku ini kerap kali terjadi pada hubungan interpersonal melalui media sosial. Selain itu, penelitian ini juga melaporkan karakteristik pengakhiran hubungan yang berakar dari ghosting, antara lain banyaknya pengalihan atau penarikan diri, komunikasi yang bersifat jarak jauh, konfrontasi yang kurang terbuka, dan munculnya penyalahan diri sendiri pada korban ghosting.
2. Adanya Masalah Attachment Style
Dilansir dari website Darlene Lancer, ghosting terjadi karena salah seorang dalam hubungan memiliki avoidant attachment style. Avoidant attachment style cenderungterjadi pada individu yang kurang mendapatkan kasih sayang sejak masa kecil, sehingga ia menjadi kurang mampu mengekspresikan empati serta tidak mengenali kebutuhan emosionalnya.
3. Kesibukan Pribadi
Ya, memang kedengarannya sepele, bukan? Tapi, ini adalah salah satu penyebab ghosting yang paling realistis. Ketika seseorang terlalu sibuk, mereka akan cenderung lupa melakukan sesuatu yang penting. Meskipun demikian, kamu tetap harus waspada, karena bisa jadi ‘sibuk’ merupakan excuse dari seseorang untuk menjustifikasi perilakunya kepadamu.
4. Depresi
Menurut WebMd, salah satu ciri depresi adalah perilaku menarik diri dari kehidupan sosial dan berkurangnya gairah hidup. Maka dari itu, apabila kamu di-ghosting, janganlah buru-buru menarik kesimpulan bahwa orang tersebut tidak suka atau marah padamu. Terkadang kita tidak tahu apakah seseorang itu baik-baik saja, bukan? Bisa saja dia mengalami suatu kejadian yang sedang mengganggu keadaan psikologisnya.
Dampak Ghosting Secara Psikologis
Menurut Navarro (2020), selain membuat seseorang mempertanyakan moralnya, ghosting juga bisa membuat individu kurang memiliki kepuasan hidup, meningkatkan perasaan kesepian, dan adanya keyakinan bahwa individu menjadi tidak berdaya. Dilansir oleh Josh Perkins dari Daily Californian, ada lima tahap dukacita atau five stages of grief yang dirasakan individu ter-ghosting. Model five stages of grief ini diperkenalkan oleh Kubler-Ross, yang terdiri atas:
1. Denial
Munculnya perasaan tidak nyaman, namun masih ada penolakan atas kenyataan ditandai dengan ungkapan, “Ah, enggak mungkin.” Kemudian, kamu mulai mencari excuse bahwa kamu tidak mungkin di-ghosting. Dia pasti sibuk, pikirmu.
2. Anger
Kamu mulai marah, tidak terima dengan keadaanmu. Kamu pun menyalahkan orang yang meng-ghosting-mu.
3. Bargaining
Karena ketidakpastian yang terjadi, kamu mulai berharap bahwa dugaanmu salah dan ada alasan logis yang menyebabkan dia meng-ghosting kamu.
4. Depression
Nah, inilah saat di mana pada akhirnya kamu tersadar bahwa kamu sungguh-sungguh di-ghosting dan hubungan denganmu dibiarkan ‘menggantung’ begitu saja.
5. Acceptance
Pada tahap ini, muncul pengertian yang mendalam akan sebuah keadaan. Kamu pada akhirnya “Oyaudah, kalau maunya dia begitu. Tidak ada gunanya aku menunggu. Lebih baik aku move on saja.”
Tips dan Trik Psikologi dalam Menghadapi Ghosting
Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, kena ghosting merupakan hal yang tidak mungkin dihindari, tapi kita masih bisa menggunakan cara-cara berikut untuk mengurangi dampak negatif ghosting pada keadaan psikologis kita.
1. Belajarlah menerima keadaan
Kembali lagi pada teori five stages of grief, ketika kamu sudah benar-benar menerima kenyataan, maka kamu akan lebih mudah menjalani hidup dan menghindari perasaan sakit hati karena ghosting.
2. Terapkan strategi coping yang tepat
Dilansir website Positive Psychology, menurut Lazarus dan Folkman (1984), strategi coping adalah sebuah cara kognitif dan keperilakuan yang digunakan untuk memanajemen tuntutan eksternal maupun internal yang mempengaruhi energi kita. Dalam strategi manajemen diri, ada dua jenis strategi coping, yaitu fokus pada pemulihan emosi dan fokus pada akar masalah. Kamu tinggal menentukan mana yang membuatmu merasa lebih baik.
3. Luangkan waktu positif bagi dirimu sendiri
Ya, tidak ada yang bisa mengalahkan pikiran negatif selain pikiran positif. Ingatlah bahwa kamu masih punya kehidupan selain mengurusi ghoster, apalagi kalau gara-gara di-ghosting kamu jadi kehilangan kepercayaan diri. Sebagai gantinya, kamu bisa mengalihkan pikiran dengan melakukan hal-hal yang membuatmu bahagia, misalnya menekuni hobi atau produktif kerja. Bisa juga mencoba terapi mindfulness. Ingatlah, namanya rejeki nggak akan ke mana-mana, kok.
4. Mintalah bantuan profesional
Tidak semua orang bisa menghadapi ghosting dengan kekuatan mental yang sama. Pada beberapa kasus, orang yang di-ghosting cenderung merasa bersalah dan cemas berlebihan. Kehidupan mereka menjadi tidak tenang dan mereka merasa tidak berdaya. Maka dari itu, apabila kamu mengalami kecemasan karena ghosting, jangan ragu meminta bantuan psikolog atau menjalani psikoterapi. Segala emosi yang kamu rasakan itu valid, kok. Jangan pernah menyembunyikannya.
Tips dan Trik Biar Nggak Kena Ghosting
Jika tadi adalah cara-cara menghadapi ghosting, sekarang bagaimana caranya supaya kamu nggak kena ghosting lagi? Jawabannya adalah…
1. Konfrontasi langsung
Apabila kamu sudah pernah mengalami ghosting berkali-kali, ada baiknya kamu jujur pada orang yang melakukannya padamu. Ingatkanlah mereka bahwa kamu nggak suka dengan perilaku mereka. It’s alright. Kamu berhak mengungkapkan perasaanmu agar orang lain lebih memahaminya.
2. Tetapkan boundary
Ghosting bisa menyebabkan kamu sakit hati, jadi ada baiknya kamu menetapkan boundary atau batasan sosial pada mereka yang pernah melakukannya padamu. Kalau mereka nggak bisa berubah, ya… sudah waktunya kamu meninggalkan mereka. Yakinlah, meskipun sulit pada awalnya, masih banyak orang lain di luar sana yang mau menerimamu di dalam circle mereka.
3. Amati terus dan turunkan ekspektasi
Kesedihan yang disebabkan oleh ghosting juga bisa disebabkan karena ekspektasi yang berlebihan terhadap hubungan dan bagaimana orang bereaksi pada ucapan kita. Ekspektasi berlebihan akan mengarah pada kekecewaan mendalam, jadi ketika kita sudah menangkap tanda-tanda bahwa suatu saat kita bakal dicuekin, lebih baik menurunkan ekspektasi, deh.
4. Buatlah rencana B
Apabila kamu di-ghosting, padahal kamu ingin membicarakan sesuatu yang penting, jangan terburu-buru termakan emosi. Susunlah rencana cadangan dengan pikiran yang tenang. Kamu juga bisa menerapkan alternatif lain, misalnya mengontak orang terdekat si ghoster dan meminta bantuannya.
5. Ubah gaya bahasa
Sebetulnya, saran ini datang dari pengalaman personal penulis. Ada kalanya ghosting terjadi bila si ghoster merasa kurang nyaman dengan orang yang berkomunikasi dengannya. Maka dari itu, apabila perlu, kamu juga bisa mengubah gaya bahasamu, misalnya dari yang awalnya terkesan ceria dan menggunakan banyak emoji menjadi lebih lugas.
6. Gantian jadi misterius, dong!
Yaaa, gimana, ya? Kalau semua cara ‘halus’ sudah kamu lakukan tapi tidak ada hasilnya, satu-satunya cara adalah membalas dengan hal yang sama. Trik ini bahkan dikonfirmasi oleh dating expert Meredith Golden. Beliau juga mengungkapkan bahwa dalam kasus pria, melakukan ghosting kepada lawan jenis disebabkan karena mereka bosan dengan perhatian berlebih. Mereka akan cenderung lebih suka cewek yang sukar ditebak. Cinta dalam psikologi memang ribet ya. 🙂
Eh, bagaimana dengan cowok yang di-ghosting cewek? Ternyata, kasusnya sama. Dilansir dari website Love Matters Africa dan menurut survei yang dilakukan oleh Whitchurch, dkk. (2010), kebanyakan partisipan wanita menilai bahwa pria yang misterius dan tidak bisa ditebak cenderung lebih menarik secara seksual. So, ladies and gentlemen, kalau kalian sering di-ghosting sama gebetan kalian, you know what to do.
Kesimpulan
Nah, sebagai penutup, saya ingin bertanya. Apakah boleh lanjut hubungan setelah saling meng-ghosting? Jawabannya, boleh saja, kok. Tapi ingat, perilaku ghosting yang berulang merupakan tanda bahwa suatu hubungan itu tidak sehat, sehingga tidak bisa dibenarkan dalam bentuk apa pun. Di sisi lain, kita tidak bisa memperkirakan apakah ghoster akan berubah sikap. Karena kenyataannya, ghosting akan tetap terjadi di antara kita, tergantung kasus masing-masing individu. Tinggal dirimu yang menentukan bagaimana harus menyikapinya.
Referensi:
Baxter, L. A. (1985). Accomplishing relationship disengagement. S. W. Duck & D. Perlman (Eds.), Understanding personal relationships (pp. 243–265).
LeFebvre, L., Allen, M., Rasner, R., Garstad, S., Wilms, A., Parrish, C. (2019). Ghosting in Emerging Adults’ Romantic Relationships: The Digital Dissolution Disappearance Strategy. Imagination Cognition and Personality, 39. 027623661882051. 10.1177/0276236618820519.
Navarro, R., Larrañaga, E., Yubero, S., & Víllora, B. (2020). Psychological correlates of ghosting and breadcrumbing experiences: A preliminary study among adults. International journal of environmental research and public health, 17(3), 1116.
Regan, P. C. (2017). The mating game: A primer on love, sex, and marriage (3rd ed.). Los Angeles, CA: Sage.
Whitchurch, E. R., Wilson, T. D., & Gilbert, D. T. (2011). “He Loves Me, He Loves Me Not . . . ”: Uncertainty Can Increase Romantic Attraction. Psychological Science, 22(2), 172–175. https://doi.org/10.1177/0956797610393745