Image default

Apa Itu Eccedentesiast Dalam Psikologi?

Apa yang kita ekspresikan pada umumnya merupakan cerminan dari pikiran dan perasaan kita. Ketika kita mendapati hari yang baik dan merasakan kesenangan karenanya, maka kita akan menunjukkan sebuah ekspresi bahagia dengan tersenyum maupun tertawa. Hal ini adalah sesuatu yang lumrah dan sudah sewajarnya terjadi.

Namun, pernahkah kamu menjumpai orang yang selalu terlihat bahagia, padahal sebenarnya yang ia rasakan justru sebaliknya? Atau mungkin kamu sendiri pernah mengalaminya? Jika iya, inilah yang disebut dalam istilah eccedentesiast.

Table of Contents

Mengenal Eccedentesiast 

Eccedentesiast adalah istilah yang menggambarkan seseorang yang gemar menutupi kesedihannya dengan senyuman. Terdapat istilah lain yang sering digunakan untuk menjelaskan eccedentesiast yaitu smiling depression.

Namun, eccedentesiast dan smiling depression hanyalah sebuah istilah populer dan bukan merupakan istilah medis maupun diagnosis klinis. 

Meskipun begitu, fenomena ini rasanya begitu dekat dengan keseharian kita. Alih-alih menunjukkan perasaan sedih yang sebenarnya dialami, beberapa orang lebih memilih untuk menyembunyikannya dengan berpura-pura bahagia. 

Keadaan seperti ini tampaknya pernah dialami oleh semua orang, setidaknya dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Misalnya saja saat kamu tetap harus terlihat asyik ketika berkumpul dengan teman, padahal sebenarnya kamu menyimpan segudang masalah yang membuatmu sedih. 

Dengan merahasiakan kesedihan, orang lain akan kesulitan dalam mengenali bahwa eccedentesiast sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Namun, terdapat beberapa hal yang mungkin dapat terlihat dan menjadi tanda bahwa sebenarnya mereka sedang merasakan emosi yang negatif. Lebih jelasnya, berikut ini adalah beberapa karakteristik dari eccedentesiast (Morin, 2021).

  • Perubahan pola makan
  • Perubahan kebiasaan tidur
  • Terlihat ada perasaan tidak berguna
  • Kehilangan minat dalam aktivitas yang biasanya disenangi

Meskipun dengan tanda-tanda tersebut, eccedentesiast akan berusaha untuk tetap ceria di hadapan orang lain. Bahkan, mereka tetap dapat bersosialisasi dan melakukan pekerjaan semaksimal mungkin yang bisa mereka lakukan (GoodTherapy, 2020). Lantas, apa yang menjadi alasan mereka untuk menyembunyikan semua perasaan tersebut?

Alasan di balik Eccedentesiast

1. Takut membebankan orang lain

Banyak orang merasa bahwa permasalahan yang dialaminya dapat membuat orang lain susah. Mereka memilih untuk menghadapi segala sesuatu dengan sendirinya. Oleh karena itu, mereka tidak ingin memberi tahu kesulitan yang sedang dihadapi kepada siapa pun agar orang lain tidak terbebani (GoodTherapy, 2020).

2. Menolak perasaan yang sebenarnya

Orang dapat menyembunyikan kesedihannya hanya karena sebenarnya mereka tidak ingin mengakui kesedihan itu sendiri. Orang-orang seperti ini menolak perasaan yang sedang dialami dan menggantinya dengan perasaan yang sekiranya dapat menyembuhkan perasaan tersebut. Beberapa orang beranggapan bahwa segala sesuatunya akan baik-baik saja sehingga lebih mudah bagi mereka untuk menunjukkan senyuman daripada kesedihan (Morin, 2021). 

3. Adanya perasaan malu

Hal utama yang menjadi penyebab adanya rasa malu adalah masih beredarnya stigma dalam masalah kesehatan mental (GoodTherapy, 2020). Contohnya adalah anggapan bahwa laki-laki dianggap aneh jika sering menangis. Stigma ini akan membuat para laki-laki malu untuk menunjukkan perasaan sedih yang dialami dan memilih untuk menunjukkan bahwa dirinya kuat.

4. Takut terlihat lemah

Penilaian dari orang lain sering kali membuat kita terpengaruh. Hal inilah yang terkadang membuat seseorang tidak ingin mengungkapkan rasa sakitnya agar tidak dinilai lemah oleh orang lain. Bukan hanya karena penilaian, mereka juga memikirkan bahwa ada kemungkinan orang lain akan memanfaatkan kondisinya ketika terlihat lemah (Morin, 2021).

5. Agar merasa lebih baik

Pura-pura tersenyum digunakan menjadi salah satu cara untuk melupakan kesedihan yang dihadapi. Mereka sadar akan emosi yang sebenarnya dirasakan, tetapi mereka tidak ingin terlalu larut dalam hal itu. Oleh karena itu, mereka menutupi kesedihannya agar seolah tidak terjadi apa-apa.

6. Menjaga profesionalisme

Situasi terkadang memaksa kita untuk tidak menunjukkan kepada dunia bahwa kita sedang memiliki masalah. Setiap orang memiliki peran di kehidupannya dan hal inilah yang menuntut kita untuk selalu bertindak profesional. Alasan ini bisa menjadi sebuah bentuk penolakan emosi maupun upaya untuk mengontrol diri di dalam situasi yang ada (GoodTherapy, 2020).

7. Merasa bersalah jika bersedih

Banyak orang berpikir bahwa kehidupan berjalan dengan baik dan tidak seharusnya mereka merasakan hal buruk dari apa yang telah terjadi (Morin, 2021). Berawal dari pemikiran tersebut, orang akan merasa bersalah jika bersedih. Oleh karena itu, mereka tetap menyembunyikannya agar tidak ada lagi perasaan bersalah.

Apakah Baik Menjadi Eccedentesiast?

Dengan berbagai alasan di atas, lalu apakah mengembangkan senyum palsu merupakan hal yang baik?

Senyum merupakan hal yang baik dan memiliki dampak yang positif. Coles et al. (2019) menemukan bahwa ekspresi yang ditampilkan wajah dapat mempengaruhi emosi yang dirasakan, termasuk senyuman yang dapat membuat seseorang merasa lebih bahagia. Selain itu, kita mungkin perlu untuk tetap menjaga senyuman dalam menghadapi situasi tertentu, seperti alasan profesionalisme yang telah disebutkan.

Namun, apabila senyum palsu terus-menerus dilakukan maka akan membawa dampak yang kurang baik untuk kesehatan mental. Bahkan, hal ini dapat membahayakan diri kita sendiri. Labroo et al. (2014) mengungkapkan bahwa senyum tidak selamanya dapat meningkatkan kebahagiaan, tetapi senyum juga dapat menekan rasa bahagia dan juga kesejahteraan psikologis.

Resna (2022) menyebutkan beberapa dampak negatif menjadi eccedentesiast yakni membuat seseorang menjadi terbiasa untuk menghindar, permasalahan dapat semakin panjang, adanya perasaan lebih tertekan, semakin merasa sedih, berisiko mengembangkan kebiasaan buruk, hingga mengancam hubungan dengan orang lain. Lebih berbahaya lagi, orang-orang yang menyembunyikan kesedihannya bisa saja berisiko untuk melakukan bunuh diri (Morin, 2021). Hal ini dikarenakan permasalahan yang dialaminya tidak terdeteksi atau tertangani dengan baik.

Berlatih Jujur dengan Perasaan

Sederet dampak buruk yang mungkin terjadi tersebut membuat kita perlu untuk mengambil langkah. Menutupi kesedihan berarti kita tidak mampu bersikap jujur atas perasaan kita sendiri. Maka dari itu, kita perlu untuk berlatih jujur dengan perasaan, mengingat ini bukanlah hal yang mudah jika kita terbiasa memalsukan senyuman.

Langkah yang dapat dilakukan tersebut dapat dimulai dari mencoba untuk mengambil nafas yang dalam kemudian mencoba untuk berbagi dengan orang lain terkait apa yang dirasakan (Dyke, 2021). Ceritakanlah kepada orang yang tepat dan di waktu yang tepat. Sebelum menceritakan segala sesuatunya kepada orang lain, penting untuk kita mengidentifikasi dan menerima terlebih dahulu emosi yang dirasakan.

Sebagai kesimpulan, eccedentesiast merupakan seseorang yang terbiasa menutupi kesedihannya dengan senyuman. Hal ini mungkin dapat membantu kita untuk menghadapi beberapa situasi tertentu dalam kehidupan, tetapi juga tidak baik bagi kesehatan mental apabila terus-menerus dilakukan. Ada baiknya kita perlu memahami cara-cara bijak dalam mengelola emosi dan pergi mencari bantuan profesional apabila dibutuhkan.

Referensi

Artikel Terkait

Leave a Comment