Pakaian Dan Dampak Psikologis Di Kehidupan Sehari-hari

Salah satu perbedaan terbesar masa-masa SMA dengan kuliah dimulai dari seragam. Sekarang di kuliah mendadak semua teman-temanku menjadi lebih fashionable. Ada yang mengikuti trend baju vintage, ada yang memakai baju hitam semua, dan masih banyak lainnya.

Apakah perilaku cara berpakaian ini ada keuntungannya? Apakah pakaian memiliki pengaruh kepada kehidupan sehari-hari kita ya? Baca terus ya artikel ini untuk belajar tentang psikologi dan fashion!

Pengaruh pakaian saat membangun hubungan

Sebagai makhluk sosial, interaksi sosial menjadi bagian utama dari hidup kita. Mulai dari berbincang-bincang dengan anggota keluarga, tetangga, teman satu desa, sampai komunitas yang lebih luas. Interaksi ini menuntun pada pentingnya penampilan fisik, yang menjadi first impression bagi orang lain.

First impression merupakan penilaian awal seseorang terhadap orang lain (APA Dictionary of Psychology, 2014). Contohnya, “wah dia terlihat seperti orang yang baik” atau “hmm dia terlihat seperti orang yang berbahaya.” Penilaian ini dipengaruhi banyak hal dan salah satunya adalah pakaian dan cara berbusana.

Salah satu fenomena psikologi yang disebabkan oleh pakaian adalah Halo-Horn Effect. Halo effect dan Horn effect memiliki definisi yang berbeda. Halo effect sendiri merupakan sebuah fenomena ketika orang cenderung percaya bahwa orang yang menarik secara fisik memiliki kualitas yang positif seperti kecerdasan, kebaikan, dan kejujuran.

Sebaliknya, horn effect berlaku bagi orang yang dianggap tidak menarik secara fisik cenderung dianggap tidak cerdas, tidak baik, dan tidak jujur (Katz, 2003). Fenomena ini sangat menarik dan terjadi tanpa kita sadari, seringkali kita langsung menghubungkan sifat-sifat positif kepada seseorang yang cantik/tampan.

Terus gimana dong? Ya, mau tidak mau harus berpakaian sesuai TPO; Time, Place, Occasion. Kalau bertemu dengan dosen karena skripsian, setidaknya berpakaian yang rapi dan mengenakan pakaian yang diterima oleh dosen itu secara khusus. Semakin sesuai dengan waktu, lokasi, dan kegiatan, semakin baik pastinya.

Fenomena yang semacam ini juga terjadi di lingkungan kerja lho! Secara spesifik ketika wawancara. Sudah menjadi ilmu umum di antara anak psikologi kalau penggunaan pakaian yang mirip dengan pihak pewawancara akan meningkatkan rating yang didapat, lebih disukai, kompeten, kompeten, dan percaya diri (Bernieri, 2000).

Semua fenomena ini bisa memengaruhi ekspektasi kita terhadap orang lain. Menghasilkan sebuah ilusi yang belum terbuktikan yang berdasarkan pandangan semata dan pada akhirnya menciptakan self-fulfilling prophecies. Dalam Jussim (1986), konsep self-fulfilling prophecies dijelaskan secara umum sebagai situasi saat ekspektasi si A terhadap si B, memimpin si B untuk melakukan hal-hal yang memastikan ekspektasi awal si A.

Apakah seragam dapat membantu saat beraktivitas?

Aku menemukan artikel yang sangat menarik, isinya membahas cara pakaian bisa meningkatkan performa kerja kita. Kalau tidak percaya, yuk baca bagian ini sampai selesai. Istilah yang diciptakan adalah Enclothed Cognition, yaitu pakaian yang digunakan dapat memengaruhi emosi, kognisi, dan performa sesuai dengan prototipe pakaian tersebut (Adam & Galinsky, 2012).

Dalam eksperimennya, Adam & Galinsky (2012) memiliki ide bahwa pakaian memiliki pengaruh sesuai dengan seragam yang dipakai. Sehingga, saat pakaian simbolis seseorang akan memenuhi dan mengadopsi prototipe (kemampuan) yang dilambangkan oleh seragam tersebut.

Galinsky melakukan pretest untuk mencari kemampuan yang dilambangkan jas lab. Hasilnya menunjukkan bahwa jas lab kerap dihubungkan dengan perhatian dan kehati-hatian. Saat tes, para partisipan diminta menggunakan jas lab itu dan mengerjakan tugas yang berhubungan dengan perhatian. Ditemukan bahwa performa mereka meningkat di bidang perhatian dan kehati-hatian secara khususnya!

Singkat kata, penelitian di atas membuktikan bahwa pakaian yang sesuai dengan pekerjaan maupun kegiatan bisa meningkatkan performa kamu di bidang itu! Keren nggak sih bisa gitu. Selain itu, masih ada berbagai teori dan penemuan psikologi mengenai pakaian, salah satu contohnya seperti psikologi warna pada pakaian, asosiasi terhadap warna dengan sifat seseorang, dan masih banyak lainnya. Namun, sebaiknya kita bahas itu di artikel lainnya saja ya, biar tidak terlalu panjang.

Daftar Pustaka

  • Adam, H., & Galinsky, A. D. (2012). Enclothed cognition. Journal of Experimental Social Psychology48(4), 918–925. https://doi.org/10.1016/j.jesp.2012.02.008
  • APA Dictionary of Psychology. (2014). APA Dictionary of Psychology. Retrieved September 26, 2021, from Apa.org website: https://dictionary.apa.org/first-impression
  • Bernieri, Frank (2000, May). The Importance of First Impressions in a Job Interview. Presented at the Midwestern Psychological Association, Chicago, IL. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/313878823_The_importance_of_first_impressions_in_a_job_interview
  • Katz, S. (2003). Physical appearance: The importance of being beautiful. In J. M. Henslin, J. M. Henslin (Eds.) , Down to earth sociology: Introductory readings, 12th ed (pp. 313-320). New York, NY, US: Free Press.
  • Jussim, L. (1986). Self-fulfilling prophecies: A theoretical and integrative review. Psychological Review, 93(4), 429–445. doi:10.1037/0033-295x.93.4.429

This entry was posted in Serba-Serbi on by .

About K. Lintang Mahadewa

Saat ini, Lintang Mahadewa adalah mahasiswa psikologi di UGM. Karena merasa bosan dan ingin mencari pengalaman, Lintang saat ini menjadi content writer dan ghostwriter dengan jumlah artikel 50+. Lintang mengetik dengan sudut pandang ketiga, karena membuatnya merasa lebih nyaman dan tidak cringe. Namun, akan ada saat dimana Lintang “merasa humoris” dan melontarkan lelucon ala bapak-bapak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *