malas

Cara Mengatasi Rasa Malas, Agar Lebih Produktif

Perasaan malas bisa dikatakan salah satu perasaan atau kondisi yang paling sering dijumpai di tengah masyarakat kita. Kondisi atau rasa malas untuk melakukan suatu aktivitas atau cenderung menunda ini dapat ditemukan pada sebagian besar individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, maupun latar demografis seseorang.

Apabila melihat kepada diri kita sendiri, sepertinya tidak mungkin jika kita tidak  pernah merasakan atau mengalami malas. Salah satu contoh dari perilaku yang ditimbulkan dari rasa malas yang dapat dengan mudah dijumpai pada pelajar adalah malas belajar yang mengakibatkan kesulitan dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Table of Contents

Definisi Kata Malas

Malas adalah kondisi individu tidak mau untuk mengerjakan sesuatu atau bekerja. Malas juga dapat diartikan sebagai segan, tidak suka maupun tidak bernafsu.

Sedangkan dalam bahasa inggris, malas atau lazy diartikan sebagai ketidakmauan untuk bekerja maupun melakukan upaya apapun (Cambridge English Dictionary) Dengan demikian dapat dipahami bahwa malas memanglah sebuah kondisi individu yang tidak mau mengerjakan sesuatu, baik tidak suka maupun tidak bernafsu.

Cara Mengatasi Rasa Malas

Kondisi malas yang seringkali atau pernah sesekali dialami ini terkadang membuat individu bertanya-tanya terkait cara yang tepat untuk mengatasinya. Meskipun ada sekelompok orang yang dapat mengatasi rasa malas sendiri, ada pula kelompok individu yang membutuhkan masukan atau saran dari pihak lain untuk mengatasi kemalasan yang dialami.

Berikut ini terdapat lima cara yang dapat dipraktikkan untuk mengurangi rasa malas dengan menerapkan teknik dan teori psikologi.

1. Menentukan tujuan

Dalam ilmu psikologi menentukan tujuan dapat juga disebut dengan istilah goal-setting yang sudah terbukti efektivitas dan manfaat bagi individu yang mempraktikannya. Istilah goal-setting sendiri dalam kamus American Psychological Association didefinisikan sebagai sebuah proses dalam menentukan target perilaku berbasis waktu yang mudah diukur, mudah dicapai dan realistis (Goal Setting, t.t.).

Seperti definisinya, tujuan yang dibuat dalam proses ini adalah tujuan atau target yang tidak muluk-muluk dan cenderung lebih mudah dicapai maupun prosesnya mudah dilihat.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, goal-setting ini memiliki berbagai manfaat yang telah teruji berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, seperti memberikan motivasi untuk lebih produktif, memunculkan rasa terarah (sense of direction) karena kesadaran akan target yang dimiliki, memunculkan harapan dan optimisme karena tahu bahwa tujuannya dapat tercapai (attainable), keyakinan terhadap dirinya dengan proses dan pencapaian target hingga merasa puas dengan tercapainya tujuan (Cooper, 2018).

Contoh praktik untuk menentukan tujuan atau goal-setting dapat dilihat pada kisah diberikut ini. Ani seorang siswa yang sedang mengikuti school from home merasa malas untuk mengerjakan tugas yang diberikan gurunya, karena tugas yang terlalu banyak dan membuatnya bingung untuk memulai dari mana.

Karena kebingungan tersebut, Ani berupaya untuk membuat target atau tujuan yakni menyelesaikan tugas berdasarkan deadline atau tenggat waktu yang paling mepet dan memilih mengerjakan tugas merangkum sejarah kerajaan hindu di Indonesia kemudian tugas dari mata pelajaran matematika. Hal ini dilakukan agar ia memiliki gambaran atas hal yang harus ia lakukan secara lebih terarah dan selesai dengan tepat waktu dan kualitas yang baik.

2. Menyusun strategi untuk mencapai tujuan

Setelah berhasil menentukan tujuan atau target yang ingin dicapai, individu dapat menyusun strategi untuk mencapainya. Strategi ini diperlukan agar proses dalam mencapai target tersebut lebih terarah dan terlihat lebih mudah untuk dicapai.

Selain itu, adanya strategi ini juga dapat membantu untuk meminimalisir kemungkinan target tersebut mangkrak karena individu bingung dan kembali malas untuk mencapai target yang ada. Strategi yang dilakukan salah satunya adalah dengan memecah tujuan atau target utama yang besar atau general menjadi beberapa sub-target yang jauh lebih mudah dilakukan. Dengan hal ini, prokrastinasi pun bisa diatasi.

Sebagai contoh, Ani yang menargetkan dapat menyelesaikan tugas merangkum sejarah kerajaan hindu di Indonesia, ia memecah target tersebut menjadi 3 bagian. Hal pertama dengan cara menargetkan untuk membaca buku paket sejarah dan beberapa artikel mengenai topik tersebut untuk menemukan hal-hal pokok. Langkah selanjutnya, Ani akan mendata dan menuliskan daftar tentang bagian atau topik penting yang ia temukan tadi ke dalam buku catatannya.

Langkah terakhir, Ani mengembangkan data yang masuk dalam daftarnya hingga menjadi sebuah rangkuman yang rapi, menggunakan pemahamannya sendiri dan mudah dipahami. Dengan sub-target tersebut, Ani menjadi lebih percaya diri dan terarah untuk mencapai targetnya, sehingga rasa malas yang sempat ia alami dapat diminimalisir.

3. Memberikan self-reward atas pencapaian

Perjalanan atau proses untuk mengatasi rasa malas, terutama dalam mengerjakan suatu aktivitas memanglah tidak instan. Selain itu, prosesnya juga tidak semudah yang ada dalam teori dan menguras tenaga dan emosi yang berimbas pada naik-turunnya motivasi individu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjaga stabilitas motivasi dalam proses yang tidak mudah ini adalah dengan memberikan self-reward atau hadiah kepada diri kita atas pencapaian-pencapaian yang ada.

Pemberian reward ini sebagai sebuah reinforcement untuk menguatkan perilaku yang diharapkan dengan harapan perilaku tersebut akan diulangi lagi (Gazzaniga dkk., 2011). Perilaku yang dikuatkan dalam proses ini adalah perilaku mencapai tujuan atau target yang telah disusun. Reward yang diberikan dapat beragam mulai dari hal-hal remeh seperti sesi bermain gim selama 15 menit hingga makanan dan minuman favorit dan masih banyak lagi.

Pada kisah Ani, ia memberikan self-reward yang berbeda pada setiap pencapaian berdasarkan besar kecilnya usaha yang ia lakukan. Misalnya setelah menyelesaikan proses membaca sumber untuk tugas merangkum, ia menghadiahi dirinya untuk membeli minuman bobba favoritnya.

Sedangkan setelah berhasil mencatat hal-hal penting untuk rangkumannya, ia memberikan hadiah berupa 15 menit untuk berselancar didunia maya yang tidak berkaitan dengan tugasnya sebagai bentuk penyegaran. Untuk  pencapaian terakhir yakni berhasil merangkum tugas sejarahnya, ia memberikan self-reward berupa memakan makanan yang akhir-akhir ini sangat diinginkan.

4. Istirahat dan melakukan me-time

Meskipun telah mendapatkan self-reward pada setiap maupun beberapa sub-target yang tercapai, tidak dapat ditampik bahwa rasa lelah atau penat yang ditimbulkan dari pengondisian ini masih ada. Sama seperti hal lain yang jika terus menerus ditumpuk dapat memberikan dampak tidak baik atau negatif, rasa lelah dan penat juga demikian.

Pada perjalan untuk mengatasi rasa malas ini, penat dan kelelahan yang bertumpuk dapat berakibat pada munculnya perasaan overwhelmed dan burnout yang berperan pada munculnya rasa malas bahkan berhenti mencapai target-target lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut, ketika rasa lelah maupun penat ini dirasa telah memuncak maka istirahat dan melakukan me-time adalah pilihan yang tepat.

Misalnya saja Ani yang sempat merasa jenuh di tengah-tengah proses mengembangkan data-data penting menjadi sebuah artikel rangkuman sejarah kerajaan hindu di Indonesia. Ani yang merasa kondisinya tersebut memutuskan untuk berhenti sejenak dan melakukan hal-hal yang ia sukai sekadar untuk mengurangi kepenatan, seperti tidur sejenak maupun melihat video dari penyanyi favoritnya. Hal ini dilakukan untuk menyegarkan kembali pikiran dan mentalnya agar setelah istirahat dapat kembali fokus mengerjakan tugasnya.

5. Hindari sumber distraksi

Selain keempat cara yang telah disebutkan di atas, salah satu cara yang juga dapat dipraktikkan untuk mengurangi rasa malas terutama ketika dalam proses pengerjaan sesuatu adalah melakukan manajemen diri dengan menjaga fokus. Terdapat beragam cara dan pastinya berbeda-beda antara satu individu dengan individu yang lain dalam menjaga fokus mereka.

Satu dari sekian cara yang cukup efektif adalah menghindari sumber distraksi, mulai dari memilih tempat yang mendukung atau mengatur lingkungan untuk menghindari atau meminimalisir distraksi yang bisa mengalihkan fokus bahkan memunculkan kembali rasa malas karena terlanjur tidak fokus dengan pekerjaan utama kita.

Salah satu upaya yang dilakukan Ani dalam menjaga fokusnya agar terhindar dari distraksi adalah dengan menonaktifkan notifikasi gawainya. Dengan tidak mengaktifkan notifikasi dari beberapa sosial media yang biasanya mengalihkan perhatian Ani, ia dapat lebih fokus pada pencapaian sub-target dan menyelesaikan sesuai dengan ekspektasinya. Selain itu, dengan distraksi yang minimal, Ani mampu terhindar dari kemungkinan rasa malas itu muncul kembali karena ia terlanjur berselancar di sosial media hingga melupakan tugas-tugasnya.


Demikian lima cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi rasa malas yang sedikit banyak dapat mempengaruhi kehidupan setiap individu yang mengalaminya. Kelima cara tersebut hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak cara mengatasi rasa malas, sehingga tidak menutup kemungkinan cara lain dapat ditambahkan, dikombinasikan atau diganti.

Cara-cara yang disampaikan pada artikel ini juga dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu sesuai dengan kebutuhannya. Sekali lagi, karena setiap kondisi individu berbeda satu dengan yang lainnya, begitu pula dengan keberhasilan dari cara mengatasi rasa malas yang efektifitasnya beragam dari satu individu dengan individu yang lain.

Referensi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *