Borderline Personality Disorder

Borderline Personality Disorder: Bahaya atau Tidak?

Persidangan kasus Johnny Depp versus Amber Heard menjadi highlight bulan April hingga Mei 2022. Netizen tentunya sangat tertarik dengan persidangan ini, karena selain mengedukasi tentang bahayanya kekerasan dalam rumah tangga, persidangan ini juga mengangkat topik gangguan mental yang diidap Amber Heard selaku tergugat.

Nah, berdasarkan testimoni yang disampaikan psikolog forensik yang menjadi Dr. Shannon Curry, Amber Heard mengidap dua macam gangguan mental, yakni borderline personality disorder (BPD) dan histrionic personality disorder. Sebelumnya, kita sudah membahas mengenai histrionic personality disorder. Jadi, di artikel berikut ini, kita akan melanjutkan ke pembahasan mengenai BPD.

Disclaimer: Artikel ini hanya dimaksudkan sebagai sarana edukasi dan bukan untuk self-diagnose (mendiagnosis diri). Harapannya, artikel ini juga bisa membantu kita mengambil tindakan yang tepat apabila bertemu dengan individu yang mengidap gangguan yang sama.

Table of Contents

Apa Itu BPD?

Borderline personality disorder (BPD) juga dikenal di Indonesia dengan nama gangguan kepribadian ambang. Ini adalah gangguan kepribadian yang mempengaruhi cara seseorang berpikir dan bertindak. Biasanya, orang dengan gangguan kepribadian ini cenderung punya mood swing atau perubahan suasana hati yang ekstrem, citra diri yang berubah-ubah, dan perilaku yang impulsif. Selain itu, gangguan kepribadian ini juga membuat pengidapnya sukar mempertahankan hubungan dengan orang lain.

Penyebab BPD

Menurut APA, diperkirakan sekitar 2% dari populasi umum dan 20% dari populasi klinis di dunia adalah individu yang mengalami BPD. Sebagian besar pengidap BPD adalah wanita. Individu umumnya mengalami BPD pada masa dewasa awal. Sejumlah penyebab BPD berkaitan dengan latar belakang pengidapnya. Beberapa di antara penyebab BPD yang paling umum adalah:

  1. Pernah menjadi korban pelecehan emosional, fisik, atau seksual.
  2. Pernah mengalami KDRT atau kesulitan dengan keluarga.
  3. Pengalaman ditelantarkan oleh kedua orang tua.
  4. Tumbuh di lingkungan keluarga yang memiliki kondisi kesehatan mental buruk atau mengalami gangguan mental yang parah.
  5. Genetik atau turunan.

Gejala-gejala BPD

Menurut DSM-5, gejala-gejala individu yang memiliki BPD memiliki gejala-gejala sebagai berikut:

  1. Masalah identitas dan perasaan insecure
  2. Suasana hati yang berubah-ubah
  3. Perilaku impulsif yang bisa mengarah ke agresi
  4. Kecenderungan self harm atau menyakiti diri sendiri bahkan upaya bunuh diri
  5. Perasaan “kosong” dalam diri
  6. Tidak suka diabaikan
  7. Emosi yang meledak-ledak
  8. Kecemasan dalam hubungan sosial

Jika dikaitkan dengan kasus Amber Heard, beberapa gejala BPD sangat mirip dengan gejala gangguan mental lainnya yang juga terdiagnosis, yaitu gangguan kepribadian histrionik. Bedanya, pengidap histrionik akan cenderung melakukan tindakan-tindakan dramatis yang dimaksudkan untuk mencari perhatian seperti membuat sensasi atau melebih-lebihkan. Selain itu, pengidap histrionik cenderung mudah meninggalkan sesuatu dan mudah bosan.

Penanganan BPD

BPD bisa ditangani dengan psikoterapi dan medikasi. Biasanya, pasien BPD akan diharuskan rawat inap jika gejala-gejala yang dialami sangat parah. Melalui perawatan yang tepat, pasien BPD dapat membantu mempelajari keterampilan untuk mengelola dan mengatasi kondisi yang dialaminya. Namun tak hanya itu juga, pasien BPD juga disarankan mendapatkan perawatan untuk gangguan kesehatan mental lainnya yang sering terjadi bersamaan dengan BPD, misalnya depresi, kecanduan alkohol, atau penyalahgunaan obat-obat terlarang.

Kemudian, terapi yang dipandang efektif berikutnya sebagai treatment BPD adalah terapi mindfulness. Hal ini dikarenakan mindfulness dapat mengurangi gejala-gejala seperti kecemasan dan pikiran-pikiran negatif pasien BPD.

Selain terapi individu, terapi keluarga juga bisa menjadi pilihan untuk membantu menciptakan lingkungan yang suportif bagi pasien BPD dan mendukung kesembuhannya. Riset Flynn, dkk. (2017) juga melaporkan bahwa koneksi keluarga bisa bermanfaat bagi pasien BPD, terutama untuk mengurangi gejala-gejala BPD seperti depresi, perasaan terbebani, dan lain-lain.

Apakah BPD Berbahaya?

Selayaknya gangguan mental lainnya, BPD bisa membahayakan jika perilaku individu yang mengalaminya merugikan orang di sekitarnya. Pengidap BPD bisa melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan orang lain jika sudah berkaitan dengan kriminalitas. Selain itu, BPD juga bisa membahayakan pengidapnya sendiri apabila sudah ada perilaku menyakiti diri atau percobaan bunuh diri. Apalagi, emosi pengidap BPD sering kali susah dikontrol.

Maka dari itu, seperti yang sudah disebutkan di atas, penting bagi kita untuk sama-sama aware terhadap orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental di sekitar kita, terutama BPD. Kepedulian yang kita berikan sangat berarti bagi kesembuhan mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *