Sejauh yang kita ketahui, topik-topik mengenai seksualitas terutama aseksual jarang sekali dibahas di Indonesia. Benturan kepercayaan, budaya, dan norma-norma di masyarakat adalah penyebab utamanya, namun sesungguhnya pengetahuan tentang seksualitas bisa diperoleh apabila kita sering mencari tahu mengenai topik-topik yang terkait dengan hal tersebut. Kita beruntung bahwa di era digital ini, segala macam informasi sudah bisa kita akses dari internet, sehingga topik-topik yang sensitif pun bisa dibahas dan disebarluaskan kepada masyarakat. Meskipun demikian, tetap saja sebagai netizen yang budiman, kita mestinya memiliki literasi yang cukup. Jangan sampai kita salah langkah, karena topik sensitif sangat mudah memicu perdebatan. Oleh karena itulah kita akan belajar psikologi sedikit mengenai salah satu topik yang mungkin akan membuat kalian bertanya-tanya, yaitu aseksualitas.
Pengertian Aseksual
Aseksualitas adalah sebutan bagi keadaan seseorang yang tidak memiliki ketertarikan seksual kepada orang lain. Mungkin kedengarannya aneh, karena sejauh yang kita tahu—bahkan dari teori terkenal Abraham Maslow tentang kebutuhan dasar—kebutuhan untuk berhubungan seksual dengan orang lain terletak paling bawah dalam hierarki kebutuhannya, yakni termasuk kebutuhan fisiologis (Kenrick, dkk., 2010).
Pakar-pakar psikoanalisis, salah satunya Sigmund Freud, juga menekankan bahwa eksplorasi seksual adalah salah satu tahapan dari perkembangan psikologis manusia dari anak-anak menuju dewasa, yang dinamakan tahap perkembanga psikoseksual. Ada lima tahap perkembangan psikoseksual menurut Freud—oral, anal, phallic, latency, dan genital—dan yang paling menentukan puncak eksplorasi seksualitas manusia adalah tahap genital yang terjadi di usia 20-an, di mana seseorang sudah secara matang mengontrol hasrat seksualnya dan siap melakukan hubungan dengan orang lain secara penuh, tidak hanya berdasar pada pemuasan hasrat (McLeod, 2019). Freud juga menekankan bahwa pemuasan hasrat seksual adalah suatu hal yang sehat, dan berargumen bahwa apabila seseorang tidak memuaskan hasrat seksualnya, maka akan terjadi hambatan perkembangan pada orang tersebut (Lantz & Ray, 2020).
Aseksualitas: Gangguan Atau Orientasi Seksual?
Nah, berdasarkan uraian di atas, apakah orang aseksual tidak pernah membutuhkan hubungan intim atau memuaskan hasrat seksualnya? Berdasarkan sejumlah artikel ilmiah, bisa ditarik kesimpulan bahwa kedua pernyataan tersebut kurang tepat menggambarkan aseksualitas.
Secara pengertian, aseksualitas memang merupakan ketidaktertarikan seseorang terhadap aktivitas seksual, namun beberapa orang aseksual melakukan aktivitas seksual meskipun tidak memiliki ketertarikan seksual atau keinginan untuk berhubungan seks, karena berbagai alasan, yakni demi menyenangkan diri sendiri atau pasangannya, atau keinginan untuk memiliki anak (Nicole & Graham, 2004). Tak jarang juga seseorang yang tidak memiliki hasrat seksual mencari bimbingan dari perspektif medis dan dapat didiagnosis dengan gangguan hasrat seksual hipoaktif atau gangguan psikologis keengganan seksual, atau mungkin dirujuk untuk evaluasi medis.
Oleh karena itu, aseksualitas bisa diaplikasikan pada orang-orang heteroseksual, biseksual, maupun homoseksual, namun sejauh ini belum ada penelitian yang menemukan penyebab pasti aseksualitas, dan apakah keadaan ini berlaku seumur hidup, atau didapatkan dari pengalaman tertentu (Nicole & Graham, 2004). Meskipun demikian, artikel terkini juga menyebutkan bahwa aseksualitas telah dianggap sebagai kondisi yang berlaku seumur hidup, namun hanya sekitar 0,5 hingga 1 persen populasi melaporkan kurangnya ketertarikan seksual, dan banyak dari mereka yang tidak mengalami ketertarikan seksual masih mungkin tidak mengidentifikasi diri sebagai aseksual, meskipun memenuhi kriteria ini (O’Sullivan, 2018). Perdebatan lain terkini di antara peneliti adalah mengenai apakah aseksualitas bisa dikategorikan ke dalam orientasi seksual lain, atau justru melabelinya sebagai gangguan (Cavendish, 2010; Bogaert, 2015).
Aseksualitas Di Era 2010-an
Pembahasan mengenai raising awareness terhadap seksualitas memang populer di era 2010-an, sehingga topik aseksualitas juga turut dibahas. Ada perbedaan antara aseksual dengan aromantik—atau individu yang tidak tertarik menjalin hubungan romantis dengan orang lain. Individu aseksual bukannya tidak tertarik menjalin hubungan romantis, namun lebih kepada tidak adanya hasrat seksual kepada pasangannya, bahkan memiliki pilihan untuk berhubungan seksual dengan orang lain, namun hanya didasari oleh keingintahuan atau karena ingin menikmati saja (Duncan, 2019). Hal ini dilaporkan sebuah data penelitian di Amerika Serikat, bahwa individu aseksual lebih kecil kemungkinannya untuk melakukan hubungan seks dalam 5 tahun terakhir, dibandingkan dengan pria dan wanita non-aseksual (Rothblum, dkk., 2020).
Oleh karena keunikan kasus ini, aseksualitas seringkali disamakan dengan hypoactive sexual disorder, yang merupakan gangguan mental dan biologis. Namun, aseksualitas memiliki ciri-ciri yang tidak termasuk dalam hypoactive sexual disorder, yaitu kaitan hypoactive sexual disorder dengan trauma dan ketidakinginan mengeksplorasi hubungan intim dengan seseorang sehingga menimbulkan tekanan mental kepada orang yang mengalaminya, sedangkan individu aseksual masih memiliki keinginan mengeksplorasi hubungan intim, namun tidak aktif secara seksual dan tidak merasa tertekan karena tidak melakukannya (American Sexual Health Association, 2020).
Sejauh ini, berdasarkan data terbaru, populasi individu aseksual di dunia sangat sedikit, sebesar 4%, yang kebanyakan didominasi individu berusia 18—24 tahun (GLAAD, 2017). Meskipun demikian, satu hal yang perlu diingat adalah bahwa data-data dan penelitian mengenai aseksualitas masih mengacu kepada populasi di Amerika Serikat, sehingga masih belum bisa mewakili prevalensi individu aseksual di dunia. Maka dari itu, penulis menyarankan perlu penelitian lebih lanjut mengenai aseksualitas ditinjau dari berbagai perspektif keilmuan, tidak hanya dari psikologi, namun juga dari perspektif kedokteran, sosial, ekonomi, dan berbagai kebudayaan, sebab segala perilaku manusia—tak terkecuali perilaku seksual—tidak hanya dipengaruhi oleh genetik, tetapi juga situasi sosial dan budaya masyarakat.
References
GLAAD. “Accelerating Acceptance 2017.” GLAAD. March 30, 2017. Accessed February 20, 2018. https://www.glaad.org/publications/accelerating-acceptance-2017.
Kenrick, D. T.; Griskevicius, V.; Neuberg, S. L.; Schaller, M. (2010). “Renovating the pyramid of needs: Contemporary extensions built upon ancient foundations”. Perspectives on Psychological Science. 5 (3): 292–314. doi:10.1177/1745691610369469. PMC 3161123. PMID 21874133.
Lantz S. E, Ray S. Freud Developmental Theory. [Updated 2020 May 10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557526/
Duncan, J. (2019, Februari 19). The Psychology of Asexuality. Diambil kembali dari Medium: https://medium.com/moments-of-passion/the-psychology-of-asexuality-41c2bc443b6e
McLeod, S. (2019). Freud’s Psychosexual Stages of Development. Diambil kembali dari Simply Psychology: https://www.simplypsychology.org/psychosexual.html#:~:text=Freud%20proposed%20that%20psychological%20development,different%20area%20of%20the%20body.
O’Sullivan, L. (2018, Januari 20). Asexuality Is a Lifelong Lack of Sexual Attraction. Diambil kembali dari Psychology Today: https://www.psychologytoday.com/us/blog/first-blush/201801/asexuality-is-lifelong-lack-sexual-attraction#:~:text=Asexuality%20is%20defined%20as%20a,to%20be%20a%20sexual%20orientation.&text=Their%20lack%20of%20desire%20is,way%20(Bogaert%2C%202015).
Prause, Nicole; Cynthia A. Graham (August 2004). “Asexuality: Classification and Characterization” (PDF). Archives of Sexual Behavior. 36 (3): 341–356. doi:10.1007/s10508-006-9142-3. PMID 17345167. S2CID 12034925. Archived from the original (PDF) on September 27, 2007. Retrieved August 31, 2007.
Rothblum, Esther & Krueger, Evan & Kittle, Krystal & Meyer, Ilan. (2020). Asexual and Non-Asexual Respondents from a U.S. Population-Based Study of Sexual Minorities. Archives of Sexual Behavior. 49. 10.1007/s10508-019-01485-0.
Banyak banget literaturnya, tengkyu min!