Selama ini, mungkin kita telah mengetahui bahwa pubertas adalah sebuah awal dari masa peralihan anak-anak menjadi dewasa. Pubertas umumnya dialami pada usia remaja awal. Selama masa pubertas, anak-anak mengalami banyak perubahan fisik, seperti perubahan suara dan juga postur tubuh.
Dengan banyaknya perubahan fisik, termasuk perubahan hormonal dan perkembangan otak, remaja pun mengalami berbagai perubahan psikologis di masa pubertasnya. Kita mungkin sering mendengar bahwa remaja memiliki sifat labil dan emosional ketika menghadapi permasalahan sehari-hari. Hal tersebut merupakan sedikit contoh dari yang kita ketahui terkait sisi psikologis yang dialami remaja puber.
Lebih lengkapnya, berikut ini adalah beberapa perubahan psikologis pada masa pubertas.
1. Perubahan pandangan terhadap citra tubuh
Perubahan fisik yang dialami saat pubertas membuat remaja banyak memikirkan tentang citra tubuhnya. Perubahan terkait pandangan terhadap citra tubuh ini mungkin terjadi hingga masa akhir remaja. Namun, hal ini akan terjadi lebih drastis pada masa pubertas, yang mana remaja cenderung lebih tidak puas dengan citra tubuhnya sendiri di masa ini (Santrock, 2018).
Pada masa pubertas, kita mungkin sering melihat cermin untuk mencari tahu sesuatu yang berbeda dari tubuh kita. Kemudian, kita akan banyak mengomentari tampilan tubuh kita sendiri di hadapan cermin tersebut. Memanglah wajar jika hal ini terjadi di masa pubertas, tetapi hal ini jangan sampai berlanjut hingga masa dewasa karena akan berdampak kurang baik bagi kesehatan mental.
2. Pencarian identitas dan jati diri
Saat memasuki masa pubertas, seseorang akan mulai mencari apa dan siapa dirinya. Hal ini bisa ditemukan dari di mana ia berada ataupun peran yang dijalankan olehnya di dalam suatu lingkungan. Tidak hanya itu, remaja juga akan mempertanyakan apa yang akan dilakukannya di kemudian hari.
Beberapa pertanyaan yang mungkin muncul dalam pembentukan identitas jati diri adalah seperti:
“Apa yang bisa aku lakukan?”
“Mau jadi apa aku di masa depan?”
3. Mulai tertarik dengan hubungan romantis
Pubertas memicu para remaja untuk terlibat dalam hubungan romantis. Remaja tidak hanya membangun kedekatan hubungan bersama teman maupun orang tua, tetapi juga mulai mencobanya dengan pasangan. Rasa suka yang ditumbuhkan kepada lawan jenis di masa ini adalah hal yang wajar.
Uniknya, perasaan suka ini sering kali dibagikan atau diceritakan kepada teman-temannya, terutama dengan sesama jenis (Santrock, 2018). Bahkan, ketika kencan romantis benar-benar terjadi biasanya dikarenakan adanya pengaturan dari kelompok pertemanan tersebut.
4. Sering muncul konflik dengan orang tua
Masa-masa remaja awal adalah waktu di mana konflik dengan orang tua sering terjadi. Namun, konflik yang terjadi masih sebatas permasalahan kehidupan sehari-hari dalam keluarga. Sebagai contoh, orang tua yang berkonflik dengan anaknya karena melarang anaknya pergi bermain bersama teman-temannya di malam hari.
Konflik ini terjadi karena berbagai faktor, seperti kemampuan logika remaja yang sedang mengalami perkembangan, pengaruh sosial, hingga ekspektasi dari orang tua maupun anak yang saling bertolak belakang (Santrock, 2018). Remaja akan membandingkan orang tua mereka dengan standar ideal yang mereka inginkan, lalu mengkritik orang tua mereka sendiri apabila tidak sesuai. Sedangkan, orang tua melihat bahwa anaknya sendiri berubah menjadi sulit diatur.
5. Perubahan emosional
Moody adalah hal yang wajar ditemukan bagi remaja yang sedang mengalami pubertas. Tidak selamanya bersikap murung, tetapi emosi yang dipancarkan justru sering berubah-ubah. Remaja yang mampu melewati masa-masa drastisnya perubahan emosional ini dengan baik akan menjadi orang dewasa yang kompeten nantinya (Santrock, 2018).
Salah satu faktor penyebab ketidakstabilan emosi yang terjadi adalah karena adanya perubahan hormonal. Selain itu, perkembangan bagian otak yang mengatur emosi telah sempurna di masa remaja awal. Namun, remaja masih belum bisa mengontrol dirinya dengan baik. Alhasil, gejolak emosi yang dialami di masa pubertas menjadi tidak mudah untuk dikontrol.
6. Menguatnya relasi pertemanan
Menjalin pertemanan dilakukan oleh remaja untuk memenuhi kebutuhan bersosialisasi. Teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat terhadap gaya hidup sehari-hari seorang remaja. Tidak hanya itu, hubungan dengan teman sebaya juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis mereka (Santrock, 2018).
Misalnya, remaja akan merasa bosan dan tertekan jika lingkungan pertemanannya dirasa kurang menyenangkan. Namun, apabila remaja gagal dalam membangun pertemanan, mereka juga akan merasa kesepian. Selain itu, jika seorang remaja tidak diterima oleh lingkungan pertemanan mana pun, ia akan sering mempertanyakan harga dirinya.
7. Meningkatnya pemahaman moral
Seiring memasuki masa pubertas, remaja akan mengalami perkembangan moral. Remaja menjadi lebih memahami bahwa kehidupan ini memiliki sebuah aturan dan standarnya tersendiri. Mereka akan melihat bahwa hal tersebut telah ditetapkan oleh lingkungan di mana mereka tumbuh, khususnya orang tua atau pihak-pihak yang memiliki wewenang.
Remaja sangat menghargai kepercayaan dan kepedulian kepada orang lain dalam membangun pemahaman moral ini. Oleh karena itu, remaja yang memiliki pemahaman yang bagus tentang moral akan selalu berusaha untuk menjadi anak baik di hadapan orang tua maupun masyarakat. Mereka juga telah memahami bahwa harus ada aturan yang berlaku untuk mengatur tatanan sosial, kewajiban, dan keadilan di kehidupan sehari-hari.
Pubertas adalah masa-masa yang krusial dalam perjalanan kehidupan seseorang. Pada masa ini banyak terjadi perubahan baik secara fisik maupun psikologis yang umum terjadi. Tujuh perubahan psikologis yang telah disebutkan di atas adalah hal yang umum terjadi saat anak-anak mulai beranjak dewasa.
Mereka mulai memiliki kesadaran diri yang tinggi dan cenderung memiliki keinginan yang kuat untuk melakukan banyak eksplorasi. Perubahan yang terjadi tersebut penting untuk menjadi perhatian karena akan menjadi penentu kehidupan di fase-fase usia selanjutnya. Maka, dibutuhkan pendampingan yang tepat dari lingkungan sekitar untuk remaja yang sedang melewati masa pubertas.
Referensi
Santrock, J. W. (2018). A Topical Approach to Life-span Development (9th ed.). New York: McGraw-Hill Education