Image default

Menjadi Leader Yang Sukses dengan Mengelola Emosi Ala Daniel Goleman

Leader? Apa artinya? Leader atau pemimpin itu layaknya seorang nahkoda. Dia yang memimpin suatu organisasi atau kelompok sama hal nya dengan nakhoda yang membawa badan kapal. Tanpa nahkoda yang handal maka kapal yang dikemudikan di lautan akan terseret ombak dan terhempas angin laut, dan tanpa nahkoda yang bijaksana dia tidak akan bisa mengambil keputusan yang baik saat kapal itu akan diterjang badai.

Tanpa nahkoda yang handal perjalanan kita tidak akan sampai tujuan. Menjadi leader yang sukses adalah vital bagi sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Yups! Analogi tersebut setidaknya bisa menggambarkan seberapa pentingnya peran pemimpin.

Leader Menurut Psikologi

Menurut salah satu psikolog dan penggiat human behavior sekaligus penulis buku Emotional Intelligence, Daniel Goleman, seorang leader atau pemimpin adalah dia yang memiliki kemampuan untuk membuat resonansi (resonance) dan memiliki pengaruh penting terhadap orang lain dalam upaya mencapai hasil akhir.

Konsep mengenai resonansi ini dikemukakan Goleman dalam bukunya yang berjudul “Primal Leadership: Unleashing The Power of Emotional Intelligence”. Dalam buku ini resonansi dapat dikatakan sebagai “the reservoir of positivity that frees the best in people. At its root, then, the primal job of leadership is emotional.”

Tugas Utama Pemimpin Yang Sukses

Melalui konsep ini Goleman ingin menyampaikan bahwa tugas utama bagi seorang leader adalah untuk lebih dalam memahami peta emosi dalam organisasi dengan cara sebagai berikut:

  1. Menjadi evaluator yang peka
  2. Ahli manajemen emosi diri sendiri
  3. Pengamat yang berempati kepada emosi orang lain
  4. Menjadi arsitek dari hubungan kerja yang saling percaya.

Setelah seorang pemimpin memasuki keempat area tersebut, maka pemimpin dapat membuat “gaung” atau resonansi di organisasi yang dipimpin dengan membuat orang-orang dalam tim memiliki gelombang emosi yang sama. Hasilnya, kerja tim akan harmonis dan saling menguatkan. Anda pun akan dianggap berhasil menjadi pemimpin yang sukses.

Cara Menjadi Leader Yang Sukses: Pahami Gaya Kepemimpinan

Konsep gaung ini juga berdampak pada gaya kepemimpinan yang efektif untuk diterapkan. Menurut Goleman, memilih gaya kepemimpinan yang tepat tergantung pada situasi yang ada dalam organisasi.

Dalam menjadi leader yang sukses, pahami bahwa gaya kepemimpinan yang tidak tepat penggunaannya dapat mengakibatkan gaung yang jelek.

Oleh karena itu pemimpin yang baik harus memahami lebih dari satu gaya kepemimpinan, seperti kutipan yang diungkapkan Goleman berikut:

“The best leaders don’t know just one style of leadership – they’re skilled at several, and have the flexibility to switch between styles as the circumstances dictate.”

Oleh karena itu untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang baik, Goleman telah melakukan riset dengan mengidentifikasi beberapa gaya kepemimpinan seseorang. Penelitian yang dilakukan Goleman menemukan 6 gaya kepemimpinan yaitu: visionary leader, coaching leader, affiliative leader, democratic leader, pace-setting leader, dan commanding leader.

Keenam tipe kepemiminan ini diasosiasikan dengan pengaruh emosional yang positif.

6 gaya leadership

Berikut adalah 6 tipe kepemimpinan tersebut:

1. Visionary Leader

Pemimpin dengan gaya ini bergerak dengan mengajak orang lain mencapai visi. Pemimpin bertugas untuk menunjukkan arah kemana suatu kelompok harus pergi. Visi yang dibuat akan membuat pengikutnya termotivasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Gaya kepemimpinan ini sangatlah cocok diterapkan pada organisasi yang sedang berkembang atau akan berubah.

2. Coaching Leader

Pemimpin dengan gaya ini akan melakukan evaluasi untuk mencari kelebihan dan kekurangan dari timnya dan berusaha untuk mengembangkannya. Pemimpin dengan gaya ini akan lebih banyak melakukan delegasi tugas dan membimbing orang lain. Mereka akan mendengarkan masalah atau kendala dalam timnya untuk kemudian dapat memberikan masukan-masukan. Gaya ini cocok untuk organisasi yang ingin terus berkembang.

3. Affiliative Leader

Gaya ini mengarah pada hubungan yang baik antara pemimpin dengan timnya. Apabila terdapat masalah atau konflik maka akan diselesaikan dengan baik. Gaya ini cocok digunakan ketika tim mengalami perpecahan karena dengan gaya ini pemimpin akan turun tangan dan “mengharmoniskan” kembali kondisi timnya serta memperkuat mental anggotanya.

4. Democratic Leader

Pemimpin demokratis adalah pemimpin yang mau mendengarkan dan menerima masukan dari timnya. Dengan didengarkan maka timnya akan merasa dihargai sehingga akan memberikan kontribusi maupun loyalitas yang tinggi. Gaya kepemimpinan ini dibutuhkan ketika organisasi membutuhkan masukan-masukan atau ide dari anggotanya.

5. Pace-setting Leader

Pemimpin dengan gaya ini akan menetapkan standar yang tinggi pada timnya dengan memberikan tantangan. Walaupun memberikan standar yang tinggi, namun bimbingan dari pemimpin sedikit dilakukan. Apabila diperlukan pemimpin akan memberikan contoh dan menuntut timnya untuk bisa melakukan apa yang dilakukannya. Gaya ini cocok untuk tim yang memiliki motivasi dan kompetensi tinggi namun tidak untuk tim yang memiliki motivasi dan kompetensi yang rendah karena akan berdampak pada kinerja yang buruk.

6. Commanding Leader

Pemimpin dengan gaya ini akan memberikan arah, perintah, dan komando yang jelas dan tegas. Pemimpin akan memberikan kontrol yang ketat pada timnya. Gaya ini cocok diterapkan pada anggota yang ‘bandel’. Selain itu, juga cocok diterapkan pada saat mengalami masa kritis dan membutuhkan tindakan yang cepat.

Dari keenam gaya tersebut Goleman menyimpulkan bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik dibutuhkan pemimpin yang fleksibel dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang digunakan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang tengah terjadi dalam tim. Sehingga untuk memahaminya, kemampuan untuk mengelola kecerdasan emosi sangat dibutuhkan.

Goleman juga menerangkan “pemimpin yang dapat memberikan resonansi, tahu kapan harus berkolaborsi dan kapan menjadi visioner, kapan mendengar dan kapan memerintah”. Pemimpin dengan resonansi secara alamiah akan mengembangkan hubungan, sinergi, loyalitas dengan memerhatikan karir anggotanya dan menginspirasi orang lain untuk memberikan yang terbaik serta menyuarakan shared value yang diyakini bersama.

Dari konsep Goleman kita dapat belajar bahwa untuk menjadi leader yang sukses bukanlah dari power-nya sendiri, akan tetapi karena mereka unggul dalam seni membangun hubungan sesama manusia dengan menggunakan banyak variasi pendekatan yang akan membangun resonasi, kepercayaan, dan motivasi anggotanya untuk melakukan yang terbaik. Wah, penting sekali ya meningkatkan kecerdasan emosi! Jadi, sudahkah kalian mengelola kecerdasan emosi dengan baik?

Referensi

Burnhut, S. (2002, May 2). Ivy Business Journal. Retrieved March 19, 2021, from Primal Leadership, With Daniel Goleman: https://iveybusinessjournal.com/publication/primal-leadership-with-daniel-goleman/

Goleman, D., Boyatzis, R., & McKee, A. (2013). Primal Leadership: Unleashing The Power of Emotional Intelligence. Boston: Harvard Business Review Press.

Annonymous. (2014, March 12). Harvard Business Review. Retrived March 21, 2021, from Primal Leadership: The Hidden Driver of Great Performance: https://hbr.org/2001/12/primal-leadership-the-hidden-driver-of-great-performance

Artikel Terkait

Leave a Comment