Fobia Menurut Ahli Psikologi
Kamu pernah nggak lihat orang yang kena serangan panik meskipun hanya melihat hal sepele? Nah, kemungkinan dia punya fobia terhadap objek/situasi itu atau cuma pura-pura aja.
Kamu tau nggak arti fobia?
Fobia adalah ketakutan/kecemasan yang yang diakibatkan oleh suatu obyek maupun situasi (American Psychiatric Association, 2013). Ada juga eksperimen “Little Albert” milik John B. Watson yang membuktikan bahwa ketakutan bisa di“conditioning” (Gazzaniga, Heatherton and Halpern, 2016).
Singkat cerita Watson bersama dengan asisten labnya membuat suara yang keras dan mengagetkan bayi berumur 11 bulan itu setiap kali dirinya ingin mengambil tikus putih. Eksperimennya berhasil membuat bayi itu ketakutan dengan tikus putih meskipun hanya ditaruh begitu saja.
Memang sedikit kejam dan tidak etis sedikitpun, tetapi saat itu eksperimennya dilakukan untuk menentang pemikiran “Freudian” yang memiliki konsep bahwa ketakutan tercipta oleh keinginan seksual yang terpendam.
Fobia dikelompokkan sebagai gangguan kecemasan karena kecemasan merupakan gejala utama yang dialami penderitanya. Fobia juga sempat diduga sebagai respon emosional yang dipelajari berkat eksperimen John B. Watson.
Fobia ini dijelaskan sebagai rasa takut yang diciptakan oleh sebuah situasi orisinil yang “dipindahkan” ke situasi lain yang serupa. Namun, pada kasus ini rasa ketakutan yang asli itu dipendam/dilupakan.
Contohnya; rasa takut yang berlebih terhadap laba-laba, yang mungkin disebabkan pengalaman masa kecilnya saat dia diserang laba-laba. Nah, peristiwa itu akan membuatnya menghindari situasi yang mirip di masa depan.
Nah, meskipun penderita penghindari situasi yang serupa reaksinya hanya mengurangi rasa kecemasannya untuk jangka pendek. Sayangnya reaksi ini akan memperkuat asosiasi situasi yang baru dengan serangan rasa cemas. Membuatnya lebih takut kepada objek/situasi yang dihadapinya.
Solusi Fobia? Terapi Behavioral/Perilaku!
Dalam terapi ini, orang yang memiliki fobia akan dihadapkan dengan benda/situasi yang membuatnya merasa cemas. Sedikit demi sedikit, sampai subyek berhenti merasa cemas. Mereka sadar dan berhenti cemas saat menyadari bahwa ekspektasi menakutkan mereka terhadap situasi itu tidak terpenuhi.
Metode ini mengubah asosiasi kuat seseorang terhadap situasi yang ditakutinya, pengalamannya dengan kecemasan, dan penghindarannya terhadap situasi tersebut. Asosiasi sebelumnya kuat ini tergantikan oleh respon yang lebih baik dan tidak berbahaya.
Meskipun para psikiatar mengelompokkan fobia sebagai salah satu jenis ganguan kecemasan, ratusan kata telah diciptakan untuk menentukan sifat rasa takut dengan menambahkan kata “phobia” (bahasa yunani) pada objek yang ditakuti. Seperti Xenophobia (ketakutan terhadap orang asing), Zoophobia(ketakutan terhadap hewan), Claustrophobia (ketakutan terhadap ruangan sempit), dan masih banyak lainnya.
Bahkan, beberapa fobia ini sangat parah sehingga para korbannya tidak bisa hidup dengan layak. Sebagai contohnya, penderita Hydrophobia akan mengalami ketakutan dan rasa cemas yang besar saat ingin minum air putih, atau bahkan mandi sekalipun.
Daftar Pustaka:
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: Author.
Gazzaniga, M., Heatherton, T. and Halpern, D., 2016. Psychological Science. 5th ed. New York: W. W. Norton & Company Inc.